Aku dan Iparku (Bagian 9)

Cerita Dewasa Bersambung Selingkuh yang berjudul Aku dan Iparku (Bagian 9) ini mengisahkan tentang suami yang selingkuh dengan adek iparnya sendiri. Penasaran ? Yuk baca aja cerita bokep ini.
Cerita Dewasa Bersambung Selingkuh
(Cerita Dewasa Bersambung Selingkuh)

Perlu diketahui, ini merupakan episode kesembilan dari 8 bagian yang sudah terbit sebelumnya. Silahkan baca-baca dulu chapter yang sebelumnya agar Anda tidak bingung.

Untuk membaca cerita lengkapnya, silahkan lihat daftar episode cerita Aku dan Iparku disini:
***

Drrrttt……Drrrttttt……Drrrtt……

“Kang….”

“Ng?”

“Hp kamu bergetar, tuh…..”

“Iya…..sampe ketiduran. Aku cabut ya?”

“Iya.”

Plop

"Aakkhhh...."

Kucabut senjataku yang telah mengecil dari dalam vagina Rahma. Ku ambil ponselku yang tergeletak di lantai ruangan kantorku dan ku lihat nama istriku di sana.

“Halloooohhhh…..Sayanggg…..” ucapku dengan suara yang dibuat lemas. Ku tatap jam di dinding telah menunjukkan pukul 19.40.

“Sayang, kamu ketiduran?”

“Iyahh….tadi habis ngurusin berkas-berkas untuk laporan bulanan”

“Kasiannnn…..yang semangat yah lemburnya”

“Oke deh cintaku….. eh ada apa kok tumben nelpon. Apa aku udah harus pulang?” tanyaku. Ku perhatikan Rahma yang telah mengenakan kembali jubbah dan jilbab lebarnya yang panjang hingga lututnya. Cadarnya pun telah dikenakan kembali. Dia duduk di mejanya tetapi pandangannya hanya tertuju padaku yang masih telanjang dan sedang duduk di lantai yang dialasi karpet karet.

“Nggak atuh, Kang. Aku mau minta izin, mau nginap di rumah si Ima”

“Untuk?”

“Kan suaminya udah empat hari tugas. Kasian orang lagi hamil empat bulan kok nginap sendiri”

Suami Ina adalah seorang pilot yang jam terbangnya cukup lumayan, karena rute yang biasa ditempuhnya adalah rute regional Asia.

“Oh gitu. Ya udah gak papa. Tapi ke rumah Ima sama sapa?”

“Kan ada Ani di rumah mama. Jam lima tadi dia datang diantar suaminya tapi suaminya juga udah pulang”

“Ohhhh…..”

Ani datang. Berarti liburan kenaikan kelas telah tiba. Hufftttt…..Terkadang aku iri dengan guru PNS. Mereka bisa libur ketika siswanya juga libur. Ku tatap Rahma yang juga menatapku. Entah apa ekspresi yang ditunjukkan mukanya yang tertutup cadar itu. Hanya mata lentiknya yang agak menyipit.

“Ya udah dulu sayang. Yang lemburnya semangat ya? I Love U”

“I Love U too. Hati-hati ya” jawabku sambil menutup telepon.

Aku lalu mengumpulkan satu persatu seragamku yang entah dibuang kemana oleh Rahma setelah pertempuran hebat yang tidak disengaja menurutnya.

Drrtttt….

Notifikasi WA dari Arni.

Yang, aku berangkat dulu sama Riva (nama anak kami). Ani yang bawa motor. Oh ya kalo Akang mau entar nginap di rumah Ima ya?

OK. Ntar aku nyusul

Aku dudul di samping Rahma. Dia menunduk. Kami terdiam untuk kesekian menit dalam pikiran masing-masing. Aku yakin pikirannya dipenuhi dengan rasa bersalah atau berdosa, sedangkan aku sendiri berfikir hampir tidak percaya. Perempuan yang bercadar ini yang hampir tidak pernah berbicara denganku justru terlibat pertempuran dahsyat denganku di ruangan bagian kami, di saat yang lain telah meninggalkan kantor.

Aku beranjak dan berdiri meninggalkan Rahma yang masih sibuk dengan lamunannya. Ku rapikan berkas-berkas yang sempat berserakan terimbas oleh pertempuran kami. Ku pakai jaketku lalu ku toleh Rahma.

“Masih mau tinggal?” tanyaku. Rahma menatapku. Terlihat sebening titik di sudut matanya yang lentik. “Yuk. Aku antar” tawarku lagi sambil menjulurkan tangan. Perlahan Rahma menyambut tanganku dengan tangannya yang selalu tertutup sarung tangan hitam, selaras dengan busana serba tertutup yang ia kenakan. Dia berdiri di hadapanku. Entah ada dorongan apa, tiba-tiba ku dekatkan bibirku dan ku kecup bibirnya, meskipun cadarnya menghalangi kulit kami.

Cup.

Hanya sebuah kecupan kecil.

Kami meninggalkan ruangan setelah menguncinya. Ku bonceng Rahma pulang ke rumahnya yang tidak terlalu jauh dari kantorku, lalu menuju ke rumah Ima.

***

“Assalamu alaikum……..”

“Wa alaikum salam…….”

Tiga suara yang berbeda menyambut ucapan salamku sesampianya aku di rumah Ima yang lebih megah dari rumah sederhanaku. Tampak Ani, Arni dan Ima sedang sibuk ngerumpi di ruang tengah sambil melihaat Riva dan Faqih yang juga tengah sibuk bermain. Arni segera bangkit menyalamiku, dan kukecup ringan keningnya dua kali. Memang kami punya ritual yang semakin menambah kecintaan kami berdua. Setiap berangkat keluar rumah Arni selalu mengecup ringan keningku dua kali dan setiap aku tiba aku yang mengecup keningnya dua kali. Setiap dia pergi giliran aku yang mengecup keningnya dua kali dan setiap di datang dia yang mengecupku dua kali. Memang sudah kebiasaan. Satu-satunya dari keempat pasangan suami istri bersaudara ini hanya kami yang melakukannya. Yang lain hanya salim dan cium tangan saja.

“Eh, Kak Ani Kapan datang?” tanyaku seraya menghempaskan tubuhku ke sofa. Rasa lelah dan penat karena pekerjaan menjadi berkurang setelah melihat Arni dan juga tentunya Ani.

“Tadi sore, Kang.” Jawabnya datar. Ku lirik sedikit Ima yang sudah mulai agak membuncit karena hamil empat bulan. Dia sedang sibuk membaca majalah tentang kehamilan dan persalinan.

“Trus Papanya Faqih mana?”

“Udah pulang. Malam ini dia masuk shift monitoring jam 11.”

“Ohhh…. Minoritas deh.”

“Sayang udah makan?” Tanya Arni.

“Belom. Tadi gak sempat singgah. Emang ada makanan?”

“Aku gak masak. tadi Cuma makan masakan sisa tadi siang.” Jawab Ima sekedarnya. Ima adalah iparku satu satunya yang tomboy. Meskipun demikian, kecantikannya tidak kalan dengan ketiga kakaknya. Aku agak heran juga ketika ku dengar dia mau menikah karena saking tomboy nya sampai-sampai kusangka dia itu penyuka sesama jenis. Ternyata aku salah.

“Mending kamu mandi aja dulu, Yang. Pasti kamu penat, Kan?” kata istriku.

“Iya juga sih. Ima, aku mau mandi ya?”

“Di lantai dua aja kang. Kamar mandi di sini mampet semua. Tadi aku udah nelpon tukang ledeng tapi katanya besok aja.” Jelas Ima.

“Masak lantai dua jadi baru lantai satu mampet?” tanyaku.

“Kan beda saluran atuh, Kang” jawab Ima.

“Ohhh....Ada handuk?” tanyaku.

“Ada di atas” jawab Ima singkat.

Aku segera bergegas ke lantai dua untuk mandi. Rumah Ima dan suaminya tergolong besar untuk mereka berdua. Terdiri dari dua lantai dengan luas bangunan sekitar 500 m2. Wajarlah, pekerjaan suami juga elit. Di lantai dua ini ada tiga kamar yang semuanya tidak berpenghuni. Aku masuk ke salah satu kamar untuk melepas pakaianku dan mandi karena di setiap kamar ini ada kamar mandi.

Aku tinggal memakai handuk saja yang melilit perut bagian bawahku dan segera masuk ke kamar mandi. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan ku lihat Ani masuk ke dalam kamar. Matanya menatapku tajam dan seolah tidak bersahabat. Tanpa bicara dia langsung menarik handukku dan melemparnya ke ranjang menyisakan tubuhku yang telanjang bulat di depannya. Ani segera berjongkok di depanku tanpa bicara langsung meraih batangku.

“Kamu nekat, Ni.” Bisikku.

“Biarin”

“kalo ketahuan gimana?”

“Gak bakal. Percaya deh” kemudian Ani segera memasukkan batangku ke mulutnya. Tetapi tidak sampai sedetik dimuntahkannya lagi.

“Huekkk…..”

“Kenapa, Ni?”

“Batangmu habis masuk memek lagi, Kan?” tanyanya sambil menengadah menatapku tajam. Eh, tunggu. Ani bilang memek? Sejak kapan dia pintar bicara begitu? Tapi kok dia tau batangku dua jam yang lalu baru selesai menggarap Rahma padahal sudah ku cuci dengan sabun?

“Ehhh…Anu….Itu…..”

Aku tergagap. Entah aku harus memberi alasan apa ke Ani. Sepertinya dia cemburu. Tapi kan miliknya adalah yang kedua setelah milik Arni. Lalu kenapa dia mesti cemburu?

“Akkhhh……Anii…..”

Tiba-tiba Ani menggigit kepala senjataku dengan gemas dan agak keras. Terang saja aku sakit. Untungnya tidak sampai teriak.

“Rasain……dasar penjahat”

“Awww…..sakit, Ni…..”

Ani menggigit kepala batangku sambil mencubit batang yang tidak masuk ke mulutnya.

“Biarin……biar mampus nih kontol sialan” Lalu dengan gemas Ani mencabut sehelai rambut kemaluanku.

"Akkhhh....Ani....Sakit tau...."

"Bodo amat.....dasar penjahat kelamin, kamu, Kang. Hayo ngaku. Tadi kamu ngentot siapa?"

Aduh.....ngaku nggak ya? Ah. Aku menjadi dilema.

"Siapa....!!!!"

"Awwwwhhh.....Iya...iya....namanya Rahma"

Ani mencubit batangku dengan gemasnya hingga aku harus mengakui perbuatanku di kantor.

"Rahma....Siapa, tuh?"

"Temen kantor....."

"Hmmmm.....Kamu tuh ya, Kang. Udah punya istri cantik, ipar cantik, masih aja ngentotin orang lain. Dasar otak selangkangan....!"


Setelah berkata begitu, Ani kemudian memasukkan lagi senjataku kedalam mulutnya. Masuk sepenuhnya! Untuk beberapa saat dia mendiamkannya di dalam mulunya, hingga kemudian dia mulai mengulum dan menyedot batangku dengan tempo cepat. Nikmatnya tak terperi. Tapi di sela rasa nikmat yang merasukiku, ada sedikit yang mengganjal di dalam kepalaku, Ani juga sudah pintar ngomong kontol. Wow. Iparku ini mengalami kemajuan.

“Hegggg…..Gkhhokhh….Srrrlllppphhh.....” perpaduan liur dan batangku dalam mulutnya. Sesekali dia menatapku dan mengedipkan sebelah matanya lalu kembali mengulum batangku. Di keluarkannya batangku lalu digenggamnya. Dijilatinya sekujur batangku lalu dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya yang mungil. Liurnya meluber membasahi sudut bibirnya dan turun ke dagunya yang mungil dan putih. Sungguh sebuah pemandangan yang luar biasa.

"Ghassaing...Hammoo Hanngggg....." ujar Ani. Sepertinya dia ingin mengatakan Rasain kamu Kang.

Aku gemas. Ku jambak rambutnya dan kugerakkan kepalanya. Kedua tangannya membelai kedua pahaku yang sedikit mengangkang di depan wajahnya. Wow. Ani memperlakukan batangku dengan luar biasa. Ku lihat ke bawah rupanya salah satu tangannya kini telah meremas sendiri dadanya. Libidoku semakin meledak. Ingin rasanya kuhajar selangkangan iparku ini sekarang juga.

“Ssshhhh….Aniiihhhhh….Ohhhhh……”

Racauku hampir tak tertahan. ku gerak-gerakkan pantatku memutar, karena orgasmeku sepertinya akan segera datang, padahal belum sepuluh menit Ani mengerjai batangku. Ani semakin semangat mengulum batangku. Malah jari-jarinya yang lentik menggelitik bijiku dan rasanya sangat nikmat. Ku pejamkan mataku dan kunikmati setiap hisapan dan sedotan mulutnya. Hampir saja orgasmeku meledak ketika tiba-tiba Ani melepaskan mulutnya dan bangkit. Dikecupnya ujung hidungku dengan lembut.

“Sana mandi. Bau kamu” katanya sambil meninggalkanku yang menggantung. Ah, sial.

***

Akhh…..Penat yang menumpuk setelah mandi akhirnya buyar sudah seiring rembesan air yang perlahan menyusut di kamar mandi. Dan kini aku sadar, satu masalah telah usai, kini muncul masalah baru. Aku tidak membawa pakaian ganti. Melewati malam dengan pakaian bekas dinas yang telah penuh dengan berbagai macam tekanan pasti tidak menyenangkan. Apa boleh buat, aku akan meminjam baju ke Ima saja. Baju kaos dan celana training mungkin muat. Mungkin, karena ukuran badanku lebih besar dari suami Ima.

Dengan hanya dililit handuk selutut, kupandangi tubuhku di dalam cermin kamar. Hm, perut yang agak buncit ini memang harus dikecilkan lagi. Ku ambil ponsel di saku celanaku dan ku kirimkan BBM ke Arni.

Sayang. Pinjemin baju di Ima donk
Agak lama ku menunggu hingga kemudian ku dengar ketukan di pintu kamar. Ketika ku buka, Arni masuk ke kamar dan membawakanku baju kaos panjang dengan celana training.

“Nih, Kang. Mudah-mudahan muat”

“Iya. Makasih sayang”

“Sama-sama. Loh…kok nonjol? Si Jagoan bangun ya? Hmmmm….”

“Hehehe….Lihat kamu mah si Jagoan selalu bangun sayang…..”

“Halahh gombal….. giliran aku lagi haid aja ganjennya minta ampun. Nih pake dulu bajunya, trus kamu beliin kita makanan yah? Si Ima mau makan bakso ama martabak”

“Hellohh….itu makan atau apa? Kok brutal banget?”

“Namanya juga hamil, sayang. Waktu aku hamil gara-gara ini kan aku juga makannya kalap” Kata Arni sambil menggenggam senjataku. Ah, si Jagoan bagun lagi. Arni memang tidak pernah membuat gairahku padam. Sayang sekali dia haid. Seandainya tidak, aku akan menggarapnya hingga dia teriak-teriak yang membuat saudaranya melojotan sendiri. Arni memang susah mengontrol suaranya setiap kami bercinta. Kadan ia menjerit kadan ia berteriak, itulah sebabnya dia kadang menggigit pinggiran bantal bila dia sudah dikuasai kenikmatannya. Ah, sudahlah. Cerita tentang Arni cukup di sini saja. Aku tidak mau kalian membayangkan istriku.

Aku turun ke bawah dan duduk di sofa sambil menatap istriku dan kedua iparku bercerita tentang apa saja yang ingin mereka ceritakan. Ani sedang membelai Faqih yang sudah tertidur di karpet lembut, dan Ani sedang memangku anak kami Riva. Sedangkan Ima duduk bersila sambil sesekali membelai perutnya yang sudah agak membuncit. Hanya Ima yang mengenakan jilbab. Ima memang belakangan ini sering mengikuti kegiatan di Organisasi Arni hingga ia kini mulai konsisten mengenakan jilbab dan semakin hari jilbabnya semakin panjang. Ani memang dari dulu terkenal agak liberal. Dia baru mengenakan jilbab bila keluar rumah atau pergi mengajar.

Baru saja aku mendudukkan pantatku, Ima datang dan menyodorkan beberapa uang.

“Kang, minta tolong beliin bakso, ya?”

Ku ambil uang itu. Dan menyanggupinya.

“Ama martabak juga. Kalian mau apa?” lanjut si Ima. Satu persatu pesanan mulai meluncur dari mulut Ani dan Arni hingga aku bingung saking banyaknya. Mereka ini perempuan tapi pesen makanannya banyak sekali.

“Banyak banget. Gimana mau dibawa di motor?” protesku.

“Yang… ayo temenin aku donk….” Pintaku ke Arni, meskipun ku tahu itu mustahil karena Arni sedang memangku Riva yang sedang pulas. Sekali saja Riva terbangun, akan sudah baginya untuk tidur lagi.

“Sama kak Ani aja, sayang. Biar aku yang jagain Faqih.” Kata Arni. Ku lirik Ani yang sedang membelai Faqih. Ani melirikku sekilas, dan aku rasa ada yang aneh dalam lirikannya. Segaris senyum yang sangat misterius mengembang di bibir mungilnya.

“Gimana, kak?” Tanya Ima ke Ani. Ani menghela nafas.

“Hhhh…iya, deh.”

Ani mengambil jaketnya dan mengenakan jilbabnya yang ukurannya jauh lebih kecil ketimbang jilbab Arni dan Ima lalu berjalan di belakangku menuju garasi.

“Jadi…..Rahma itu siapa, Kang?” Tanya Ani setelah sekitar lima menit kami meninggalkan rumah Ima.

“Temen kantor, Ni”

“Iya. Aku tau. Kamu tadi udah bilang, Kang” kata Ani. Perlahan tangannya bergeser ke depan dan menjalar turun di selangkanganku. Perlahan tangannya turun dan kini telah menggenggam senjataku dari luar. Ini agak mengganggu konsentrasiku.

“Enakan mana, Kang?” Tanya Ani sambil terus meremas senjataku.

“Enakan apanya? Awwhhhh….Sakit Ni…!” Ani mencubit senjataku dengan keras.

“Gak usah pura-pura bego, deh……Enakan memek siapa? Aku, Arni, atau Rahma?”

“Kasi tau gak ya? Adddohhh….” Dicubit lagi

Aku tidak tahan lagi menerima perlakuan ini. Kali ini harus ada balas dendam. Ku arahkan motor ke arah rumahku.

“Lho….kok bukan ke arah yang bener, Kang?”

Aku diam saja dan mempercepat laju motor. Ani sepertinya mengerti maksudku. Kini tangannya menyelusup masuk dan mengocok senjataku dengan cepat. Tidak beberapa lama kami tiba di rumahku. Ku Tarik lengan Ani dengan agak kasar ke dalam rumah lalu ku angkat tubuhnya.

“Kangg…..Hhhhhh…..Apa Apaan kamuhhhh…..”

Ku banting dia di kasur kamar ku dan ku Tarik dengan cepat celananya. Ku kangkangkan pahanya lalu ku tempelkan senjataku yang telah tegang maksimal.

“Ada permintaan terakhir sebelum ku hajar, nona?” tanyaku menggeram. Ani menggigit bibir bawahnya. Suasana yang singkat ini sangat didominasi oleh birahi. Dapat ku lihat lender yang mengkilap dan mengintip dari celah garis kelaminnya.

“Hajar ajaahhhhhh….gak usah banyak ngom……Aaaakkhhh……”

Zlebb….

Ku tancapkan batangku sebelum Ani menelesaikan kata-katanya. Matanya melotot memandangku dan bibirnya tergigit. Aku tidak peduli apaah sudah licin atau belum. Yang aku tahu, aku telah dilecehkan malam ini, dan aku punya dendam yang harus diselesaikan. Segera ku serang Ani dengan gaya cepat pola 11.

“Oohhhhh….Ahhh….Ahhh……Ahhhh…..”

Ani meracau seiring genjotanku dengan cepat. Misi ini adalah misi balas dendam, bukan misi bercinta atau misi memuaskan. Aku tidak berniat orgasme kali ini, karena tujuanku hanya satu, yaitu Ani harus tahu rasanya disiksa oleh birahi yang tak terpuaskan. Ku arahkan jempol dan telunjuk kananku di vaginanya yang semakin becek. Perlahan ku pilin klitorinya dengan gerakan memutar. Ani melengkung dan melolong,

“Aaaaooookkkhhhh….Kaaanggggg……Mantthaaapppp…….Kammuhhhh bhaanggggsshaaattt….Ooohhhhhh”

Bentuknya pakaiannya semakin tidak karuan. Ku percepat genjotanku seiring himpitan celah vagiannya yang semakin kencang. Ani melilitkan kakinya di pingganggu pertanda orgasmenya akan datang. Luar biasa, padahal belum dua menit aku menggarapnya. Mulutnya menganga dan matanya terpejam rapat tanda di sedang di ambang gerbang orgasmenya. Ku pilin lagi klitorisnya kali ini disertai cubitan ringan.

“Kaaanggggghhhh……Brengggsekkhhhh….Kammuuuhhhh……Aku mau dapppetttthhhh……”

Ani menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kencang. dan ketika tubuhnya mulai tersentak, dengan cepat ku cabut senjataku.

Plop

“Kaaaangggg….!!!!!!”

Aku bangkit berdiri diiringi tatapan nafsu dan heran dari Ani. Rasakan pembalasanku.

“Ayo berangkat. Ntar dicariin kita” kataku melirik ke Ani. Namun entah mengapa mukanya begitu menakutkan. Nafsunya yang hampir meledak tertahan di ubun-ubunnya. Dia segera berdiri di ranjang ketika aku mulai membalikkan badanku dan menaikkan celanaku.

“Bangkek kamu, Kang….”

Ani lalu menarik tanganku dengan keras ke ranjang hingga aku terbanting dan tidur terlentang.

“Wow….apaan nih…” seruku kaget karena tidak menyangka tubuhku bisa terbanting. Secepat kilat Ani menunggangiku dan mengarahkan celahnya ke senjataku yang memang masih menegang maksimal. Tanpa banyak suara langsung ditekannya pantatnya turun.

“Oooohhhhhh………..Kaaangggghhhh…….”desah Ani sambil menggigit bibir bawahnya sairing merengseknya batangku ke dalam celahnya yang telah sangat becek.

Ani menggoyang-goyangkan pantatnya dengan liar di atas tubuhku. Mau tidak mau perasaan dendam tadi berubah menjadi perasaan nikmat. Aku mengaku kalah pada syahwat yang menguasai kami malam itu. Ani terus bergerak sambil terus meracau. Ku telusupkan tanganku ke dalam bajunya. Dadanya menggantung tanpa bh. Sepertinya dia sudah menyangka ini akan terjadi. Ku plintir kedua putingnya hingga Ani kelojotan. Dia orgasme.

“Kaaanngggghhhhh….Aaaakkkkhhhhh…….Dapppeettthhhhhhhh….Ooohhhhh…..”

Ani tumbang di atas tubuhku tapi tetap menggoyangkan pantatnya. Goyangannya sangat nikmat hingga ku rasa orgasme yang tadi tidak ku impikan kini semakin mendekat. Ku peluk tubuhnya lalu ku sodok dengan gerakan sangat cepat dari bawah.

“Aaahhhhhhh……Kaangggghhhh…….Ennnaakkkkhhhhh…….”

Plak…plak…plak….suara tungkai dan paha kami yang beradu kencang memenuhi kamarku. Ani menjambak rambutku tetapi tu tidak membuatku mengendurkan kecepatanku. Ku konsentrasikan pernafasanku di dada dengan tempo pernafasan yang cepat. Cara ini bisa mempermudahku orgasme.

“Kaaaanggghhhhh….Uuuuuuuggghhhhhh….mau dapppettt lagggiiiiihhh……”

Ku ayunkan pantatku semakin cepat hingga ku rasa seluruh otot pahaku menegang. Aku orgasme.

“Aaahhhhhh……Aniiiiihhhhhh….”

“Kaaanggggggghhhh……Kammuhhh siaalllaaaannnnnhhhh….Aaaaaahhh……”

Ku semburkan amunisi kentalku ke dalam liang vaginanya berulang-ulang dan ku rasakan juga kepala senjataku terkena banjir dari dalam sana. kami orgasme bersamaan. Tetap ku gerakkan pantatku untuk menguras isi senjataku dalam vagianya, hingga kemudian tidak beberapa lama kemudian kami lemas. Ani tertelungkup pasrah dan lemas di atas tubuhku. Untuk sementara kami terdiam dalam nikmat. Ku rasakan di dalam sana kedutan-kedutan liang vaginanya masih memijit lembut senjataku yang kini sudah mulai lunglai. Kedutan-kedutan itu kemudian dibantu dengan goyangan pelan pantat Ani.

“Kang…..”

“Ya…?”

“Kamu hebat…..”

“Udah biasa kali”

“Iiiihhhhh….kamu ah….”

“Kamu juga hebat, lho, Ni. Liar…Jalang…..cabul….mes….Aduh….”

Ani menggigit putingku dengan gemas. Tetapi di bawah sana pantatnya bergoyang semakin intens. Putarannya semakin lebar.

Drrrtttt……BBM dari Ima

Kang. Lama banget….
Sabar….Ini lagi ngantri. Yang mesen banyak banget
Iya
“Jangan gerak dulu…..” bisik Ani ketika aku ingin bangkit. Aku faham. Rupanya Ani masih haus. Tiba-tiba gerakannya menjadi cepat dan liar padahal batangku sudah tidak tegang penuh lagi. Tinggal tersisa sekitar 40 persen ketegangannya.

“Ooooohhhhhhhhh…..Kaaaanggggg……Aku dapppetthhhh lagiiiihhhhhh….Aaaaaaaaawwwwwwhhhh…….”

Tubuh Ani menegang di atas tubuhku. Kakinya yang tadi menunggangiku kini lurus tegang. Otomatis batangku di dalam sana terjepit erat. Ku rasakan kembali batangku disirami cairan hangat di dalam sana. Tidak beberapa lama kemudian Ani lemas kembali.

“Kaanggghhh…..senjatamu udah lemes ajahhh masih bisa ngalahin akuhhh…..”

Aku tersenyum dan mengecup kening wanita yang sedang berbaring tengkurap di atas tubuhku. Kali ini pantatnya sudah tidak bergoyang lagi.

“Yuk…kita siap-siap” kataku.

“Masih mau meluk kamu, kang. Aku kan kangen…..”

“Iya. Tapi ntar lagi jam sepuluh, Ni.”

Ani memonyongkan bibirnya.

“Iya deh….aku cabut ya, Kang?”

“Iya…”

Plop…..

Cerrrrr……

“Ahhhh…Kaangghhhh…..”

Cairan putih kental segera merembes melalui celah vaginanya ketika ia berdiri. Ku tatap iparku yang mungil ini memakai pakaiannya kembali. Aku pun merapikan celanaku dan segera menuju ke motor. Luar biasa, dalam sehari ini telah dua kali aku mengeluarkan peluru kentalku, dan ini membuat otot kegelku menjadi agak ngilu. Ani membonceng di belakang dengan memelukku. Dia menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kang…..”

“Ya…?”

“Pertanyaanku belum dijawab…..”

“Pertanyaan apa?”

“Enakan memeknya siapa?”

Waduh.

BERSAMBUNG

Untuk membaca lanjutannya, silahkan lihat daftar episode cerita Aku dan Iparku disini:
Cerbung Perselingkuhan diatas merupakan hasil karya dari Tomame selaku pengarang aslinya. Foto yang digunakan di dalam cerita ini hanyalah ilustrasi untuk mempermudah dalam meresapi jalan cerita yang ada.
loading...

Klik tuk Kirim Pesan