Aku dan Iparku (Bagian 10) - TAMAT

Cerita Dewasa Bersambung Perselingkuhan yang berjudul Aku dan Iparku (Bagian 10) ini mengisahkan tentang suami yang selingkuh dengan adek iparnya yang sedang hamil. Penasaran ? Yuk baca aja cerita skandal ini.
Cerita Dewasa Bersambung Perselingkuhan
(Cerita Dewasa Bersambung Perselingkuhan)

Perlu diketahui, ini merupakan episode kesepuluh dari 9 bagian yang sudah terbit sebelumnya. Silahkan baca-baca dulu chapter yang sebelumnya agar Anda tidak bingung.


Untuk membaca cerita lengkapnya, silahkan lihat daftar episode cerita Aku dan Iparku disini:
***
Waktu telah menunjukkan pukul 00.23 menit ketika aku terbangun di sofa. Kadang-kadang kalau sudah lelah karena kerjaan ditambah lagi karena dua kali memeras mani membuatku tidak sadar kalau ternyata aku sudah tertidur di sofa ruang keluarga. Sejenak kemudian telingaku menangkap suara yang tak lazim. Kupandangi Arni dan Ani yang tidur di karpet ruang tengah, sedangkan Ima tidak ada di situ. Ku pusatkan konsentrasiku pada pendengaranku hingga aku menyadari bahwa itu adalah suara Ima yang sdang merintih. Pada awalnya aku tidak berfikir yang aneh-aneh, karena Ima sedang hamil dan suaminya sedang terbang. Aku hanya mengira Ima kenapa-kenapa. Ku cari lokasinya hingga aku yakin kalau suara itu datang dari kamar Ima.

Aku mendekat, dengan pelan, ku tempelkan telingaku di daun pintunya.

Deg.

Ima sedang mendesah, lebih tepatnya desahan kenikmatan. Aku semakin penasaran. Senjataku perlahan menegang meskipun hari ini Rahma dan Ani telah menguras isinya. Dengan sangat pelan ku buka pintu kamarnya. Hm, tidak terkunci. Begitu celah terbuka, aku terkejut mendapati pemandangan di depanku. Ima berbaring menyamping di ranjangnya dalam posisi membelakangiku. Bugil, kakinya mengangkan dan jilbab lebarnya telah dibuka. Inilah rambut terpanjang yang pernah ku lihat di antara rambut istri dan ipar-iparku Tangan kirinya menyelusup ke depan selangkanyannya sedangkan tangan kananya digunakan sebagai penopang tubuhnya sambil memegangi ponsel. Oh, Ima masturbasi. Ku kerutkan keningku agar mendengar desahnya lebih jelas.

“Shhhhh…..Kaaakkkkhh…..pulanggghhh donkkkhhh……Aaahhhh….Immaaahhh kanggennnhhh……Ohhhh……….”

Hm….kini aku mengerti kasusnya. Libido Ima meningkat drastic karena pengaruh kehamilan. Meskipun si Ima yang tomboy ini telah bermetamorfosis menjadi seorang akhwat, tetap saja gairah yang menggebu bisa membutakan status dan posisinya. Aku ingat Arni pernah mengalami itu. Dia pernah merengek meminta untuk disetubuhi bahkan pernah sampai empat kali sehari. Hm…Sepertinya Ima juga mengalami ini. Ku perbaiki posisi mengintipku. Dari celah tangannya yang terbuka ku lihat foto suaminya yang tak berbaju terpampang jelas di layar ponsel. Ah, bentuk badannya itu sangat membuatku iri. Perutnya yang kotak dan dadanya yang bidang. Hmm…pasti dia sangat lihai memuaskan Ima. Aku memutar otak. Hasratku untuk ‘memakai’ Ima menjadi semakin besar. Apa yang harus ku lakukan?

Aha! Aku ada ide. Dengan segera aku pergi ke gudang mencari balok kayu.

Kreeekkkk…..

“Aahhhh…..”

Aku masuk dengan cepat sambil membawa balok serta memasang muka panic seolah-olah ada kejadian serius. Ima pun langsung reflek menenggelamkan dirinya di balik selimut.

“Ima….Kamu gak pa-pa? Mana malingnya?” Kataku agak berteriak tapi dengan suara ditahan. Ima yang telah tertutup selimut hanya diam.

“Maaf, tadi aku denger kayaknya ada suara yang masuk ke kamarmu. Ku kira itu maling” sambungku. Ima diam saja. Aku menghela nafas lalu keluar dari kamarnya. Tidak lama kemudian aku kembali dan membawakan segelas air putih, tentunya dengan dua tetes di dalamnya.

“Maaf udah bikin kamu kaget….Ini ku bawakan air putih. Aku mau keluar dulu. Minum airnya trus langsung tidur, ya?”

Aku keluar dari kamarnya dan menuju ke lantai dua mencari balkon untuk menikmati angina malam. Aku duduk selonjoran di balkon sambil membaca status BBM kontakku. Mataku tertuju ke DP BBM Kak Umi yang baru saja berganti. Hm, berarti kak Umi belum tidur, atau setidaknya baru bangun. Gambar DP nya hanyalah sebuah tulisan berwarna hitam dengan latar merah. Tulisannya agak menarikku untuk membacanya:

ENGKAULAH YANG TERBAIK UNTUKKU, KU BERIKAN YANG TERBAIK UNTUKMU, SETIDAKNYA BERIKANLAH JUGA YANG TERBAIK DARIMU

Entah apa maksud Kak Umi dengan gambar DP nya, tetapi yang pasti dia sedang curhat. Lebih baik ku komentari saja gambar DPnya.

Yang Terbaik Pasti Akan Bertemu dengan Yang terbaik. Belum tidur, Kak?
Tidak lama aku menunggu, ponselku langsung bergetar. Hm, rupanya Kak Umi memang tidak tidur.

Belum tidur. Lagi nanggung
Wah menarik nih.

Nanggung apanya? Emang Kakak Lagi Kerja?
Bukan kerja. Tapi dikerjai
Wahh…..Enak donk.
Tiba-tiba senjataku mengeras lagi membayangkan rintihan Kak Umi ketika sedang dalam kendaliku.

Enak Dari Hongkong (disertai Emoji menangis) orang lagi nanggung dibilangin enak.
Nanggung maksudnya? Kakak belon puas?
Agak lama pesanku hanya ditandai ikon R tanpa ada balasan. Daripada bosan menunggu lebih baik aku buka Instagram periksa timeline sekaligus stalking Instagramnya Rahma. Tidak ada foto sama sekali di instagramnya, kecuali hanya gambar-gambar yang berisi pesan-pesan agama. Ah, entah mengapa membayangkan Rahma membuatku terjebak antara syahwat dan kasihan. (Mengapa harus ada syahwa dan kasihan? Nantikan di Thread khusus Rahma – kalo sempat ).

Drrttt……Kak Umi lagi.

Iya. Belum….baru jalan sekitar 6 menit Dia udah K.O
Wah…..pastinya gak enak tuh, Kak
Iya…..
Ku tarik nafas panjang, ku timbang-timbang sejenak, lalu ku ketikkan pesan ini dengan dada berdebar.

Hmmm….Seandainya aku ada di situ, biar aku yang muasin kakak….
Tidak ada balasan. Ku lancarkan lagi seranganku.

Biar kakak teler…….
Tetap tidak ada jawaban.

Sampe kencing-kencing…….
Masih tidak ada jawaban, hingga kemudian, ada balasan dari Kak Umi.

Mau donk, hehehehe……
Wow…..Juniorku langsung menegang setegang-tegangnya. Dengan bergetar dan dada berdebar, ku balas BBM nya.

Aku juga mau. Mau netek sama kakak…..
Ohhhhh….pasti nikmat tuh…..
Trus aku juga mau jilatin itunya kakak
Itu apaan?
Memek
Aduh, aku basah lagi nih, Kang. Kamu musti tanggung jawab.
Tanggung jawab gimana?
Ya, tanggung jawab pokoknya
Tanggung jawab bagaimana? Kakak mau diapain?
Ya, begitulah pokoknya.
Begitu gimana? Mau ku entotin?
Agak lama, aku menunggu jawaban, hingga kemudian ponselku bergetar lagi.

Kang. Tadi baca BBM kamu aku orgasme
Wow…..luar biasa kakak iparku ini. Senjataku sudah semakin tegang, ketika ku dengar suara lembut dari belakangku.

“Kang…..”

“Eh…?”

Ima berdiri di belakangku dengan muka sendu. Jilbab lebarnya kini telah kembali menutupi rambutnya yang panjang.

“Eh, Ima? Belum tidur?”

Ima duduk menghempaskan pantantnya di sampingku. Sumpah. Ini adalah kali pertama sejak aku masuk ke keluarga ini, Ima dudul di sampingku di bangku panjang ini. Dahulu sejak aku masih baru menikah dengan Arni, Ima lah yang paling tidak ada urusan denganku. Apalagi semenjak Ima aktif mengikuti kajian rutin dengan Arni.

“Gak bisa tidur, Kang”

Kami terdiam dalam lamunan kami masing-masing. Suasananya sangat canggung.

Drrrrrttttt……..

BBM dari kak Umi. Ku buka BBM ku agak menyamping agar Ima tidak bisa melihatnya.

Jadi Kapan mau ngentoti aku? :)
Ku diamkan saja. Entah kenapa duduk di samping akhwat ini membuatku serba kaku. Kepribadian Ima sangat tertutup bila berhadapan denganku, tetapi sangat terbuka dengan saudara-saudaranya.

“Siapa, Kang?” Tanya Ima

“Ng, temen kerjaan…” Jawabku.

“Oh, malam-malam gini?”

“Iya. Ngeganggu aja”

“Mmm...Bukannya kak Umi, tuh?”

Deg….!!!!

“maksud kamu?”

“Aku udah ada di belakang dari tadi. Aku mau negur tapi gak enak sama kamu. Iseng-iseng aku nimbrung baca BBM kamu.” Kata Ima dengan wajah datar.

Wah. Mampus deh kalau sudah begini urusannya.

“Kamu….sudah….tau….isinya?”

“Iya. Kamu mau ngentotin Kak Umi sampe teller, kan? Trus mau ngejilat mem….memeknya…….” suara Ima agak bergetar dan nafasnya memberat ketika mengucapkan kata ngentot dan memek.

“Ya….itu….cuman menghibur, kok Ima. Aku lihat gambar DP nya yang galau. Trus aku tanyain kenapa, dia jawabnya lagi nanggung gak bisa orgasme. Ya udah, aku hibur saja pake joke-joke gitu”

Ima menatapku pelan. Dalam gelapnya malam di balkon lantai dua rumahnya aku bisa melihat Matanya yang makin sayu, makin sange.

"Iya, sih. Kak Umi udah cerita kalo suaminya belakangan ini cepet banget keluarnya. Katanya paling lama cuman sekitar lima-enam menitan gitu" Jawab Ima. Entah mengapa dia menjawabnya enteng sekali. Berbagai kontradiksi pun muncul di kepalaku. Ima ini akhwat yang dengan entengnya menceritakan urusan paling rahasia dari suami dan istri. Apalagi yang diceritakan adalah kakaknya sendiri. Perlahan tetapi pasti arah pikiranku tertuju pada dua tetes yang ku masukkan ke dalam minumannya.

“Kang…." Ima membuyarkan lamunanku.

"Iya, Ima?

"Mmm.....aku udah tau,kok”

“Ng? maksudnya”

Ima menggigit bibirnya.

“Aku udah tau, kalau kamu udah pernah gituan sama kak Umi”

Deg….!!!

Wah…parah….parah….malam ini tiba-tiba aku galau berat. gelisah dan gundah gegara perkataan Ima. Serius? Ima sudah mengetahui skandalku dengan kakak tertuanya?

“Kak Umi sendiri, kok yang cerita” Lanjut Ima sambil menatapku yang terus menunduk. Sesaat ku lirik wajahnya, entah mengapa tidak ku temukan ekspresi marah di sana. Hm, mungkin karena dia sudah terpengaruh dengan obatnya. Ah, Kak Umi. Ipar tertuaku itu memang terkenal paling suka cerita. Tapi aku hanya tidak habis piker. Skandal terlarang begini kok diceritakan juga. Hhhhhh……nafasku menjadi berat seberat beban yang tiba-tiba datang.

“Waktu itu aku nelpon kak Umi sore-sore. Pas diangkat, aku dengar suara aneh, gitu. Ku kirain kak Umi nonton film porno. Tapi waktu ku dengar dia teriak-teriak sambil manggil Akang-Akang aku jadi curiga. Apalagi setelah aku dengar baik-baik, ternyata memang ada suara kamu, Kang.” Kata Ima.

“Sumpah…..aku marah banget. Sampai aku ngamuk-ngamuk sendiri di kamar. Mas Adi aja sampe heran. Begitu lusa nya aku ketemu sama kak Umi, kupaksa dia mengaku. Akhirnya kak Umi ngaku kalau dia memang main sama kamu, Kang”

“Hhhhhh……..Kak Umi….” Gumamku pelan.

“Kang…..”

“Ya?”

Ima menghela nafasnya dan nafasnya agak bergetar.

“Kata kak Umi, dia sampai kencing-kencing, ya?”

“Eh….?”

“Dia sendiri yang nyeritain……”

“Wahh…parah nih kak Umi….”

“Hi…hi…hi….gak bisa ngebayangin, Kang.”

Hm, posisi berbalik rupanya. Kalau tadi Ima mengintimidasiku, sekarang aku yang akan menacingnya.

“Gak usah dibayangin, Ma. Mending dicoba aja, hehehe…..”

“Ih….ngawur kamu, kang. Mas Adi kan gak ada…..Eh….jangan-jangan…..”

Ima agak menjauhkan jaraknya dariku. Ah, akhwat yang satu ini entah kenapa membuatku semakin gemas. Dalam keremangan malam, ku tunjukkan seringaiku. Senjataku yang sempat melemah kini kembali bangkit dan menunjukkan semangatnya. Hm, rupanya malam ini aku harus bekerja keras lagi.

“jangan-jangan, apaan? Sante aja, Ma.”

Kami kembali terdiam untuk beberapa lama.

“Eh, Kang. Beneran kak Umi nyampe orgasme berkali-kali?”

“Emang kenapa?”

“Nggak sih, penasaran aja”

“Mmm…..udah lupa, sih. Tapi emang berkali-kali, kok.”

“Wahhhh…..”

“Dia gak cerita, kalo aku mesti ngepel kamar gegara banji ama pipisannya?”

“Eh….? Sampe segitunya?”

“Iya”

Ima kembali terdiam. Entah nafasnya kini semakin memburu, tapi aku yakin ia sedang berusaha menahan libidonya.

“Ima, gimana ngidamnya?”

“Alhamdulillah udah lewat, kang. Dedek bayinya juga udah gerak…..”

“Wahh….berarti udah aman, donk”

“Maksud Akang?”

“Udah aman buat peperangan, hehehe…..”

Ima mendengus. Sepertinya ia kesal.

“Aman apanya! Sejak minggu pertama sampe sekarang mas Adi masih belum berani. Giliran udah aman eh masnya malah pergi lagi. Sebel deh…..”

“Wahh….parah tuh, Ma… pasti gak enak banget, ya?”

Ima mengangguk pelan. Aku menghela nafas.

“Ma…..”

“Kang?”

“Gimana, nih…… Aku jadi tengang nih….”

“Ih….Akang mah….hi hi hi….dasar mesum.....”

Wah rupanya Ima sudah cair. Kekakuan yang bertahun selalu mewarnai hubungan kami kini sudah mulai mencair seiring waktu yang terus meranjak menuju pagi. Ini adalah kali pertama aku melihat Ima seakrab ini. Kembali tergambar di kepalaku semua tentang kedekatanku dengan Ima sejak pertama kali aku masuk di keluarga ini. Ketika itu Ima masih gadis tomboy yang masih kuliah di salah satu perguruan tinggi. Kedekatan kami sangat canggung dan tidak pernah kami duduk berdua bertukar cerita seperti ini. Kami kembali terdiam dalam lamunan kami masin-masing sambil menatap kota dari balkon loteng rumahnya yang luas.

“Kang…..” Suara Ima membuyarkan lamunanku.

“Ya?”

“Aduh…..”

“Kamu kenapa, Ima?”

Ima menatapku tajam sambil menggigit bibirnya. Entah mengapa tiba-tiba ekspresi mukanya seperti ini. Segaris senyum tipis dan sarat makna tersungging di bibir tipisnya, tetapi hanya sekelebat saja.

“Gimana, nih….Gara-gara cerita-cerita begini Nafsuku naik, Kang”

Deg….!!

Aku tidak pernah menyangka kalau Ima akan mengucapkan kata-kata ini meskipun aku sangat menginginkannya. Dadaku serasa sesak dan ingin meledak. Akhwat yang duduk disampingku ini telah naik syahwatnya dan dengan terang-terangan dia mengakuinya.

“Kang….”

Suaranya berat dan bergetar. Dia tidak bohong. Dia sudah sangat terangsang meskipun ada sedikit keheranan dalam benakku. Dia terlihat normal tidak seperti kak Umi ketika dia telah terangsang. Reaksi obat perangsangnya tidak ku temukan di tubuh dan wajah Ima.

“Kang….!”

“Eh…..iya….”

“Ngelamunin apa hayo…..” Ima tersenyum.

“Ngelamunin ucapan kamu, lah…. Kok enteng banget ngomong kalo lagi terangsang. Kan aku juga ikutan terangsang hehehe…..”

“Ihhh….” Ima mencubit pahaku gemas. Sontak senjata andalanku tegang se tegang-tegangnya. “Tapi aku penasaran, Kang. Ceritain donk waktu akang gentot sama kak Umi” lanjutnya. Suaranya sedikit bergetar ketika mengucapkan kata ngentot.

“Penasaran apanya…..bukannya kak Umi udah cerita?”

“Tapi kan belum versi kamu, Kang?”

“Hmm….tapi kamu gak marah kan? Soalnya aku bakal ceritain sesuatu yang udah bikin aku selingkuh dari kakak kamu.” Kataku. Ima menghela nafas. Tatapannya kosong ke depan.

“Gak marah, kok. Lagian kamu selingkuhnya sama kakakku juga. Aku cuman kasian aja sama Kak Arni. Padahal dia yang paling cantik lho, Kang. Tapi kok kamu bisa-bisanya selingkuhi dia.” Ujar Ima.

“Mau di ceritain gak nih?”

“Iya, iya…… gak usah pake sewot, kali. Ayo, Kang. Ceritain.”

“Ehm….awalnya gini. Kita itu kan ibadah magrib dirumahku berdua soalnya kan semua orang ada di rumahnya tante Has. Kak Umi ada di rumah soalnya ada yang mau dia print en kebetulan print nya rusak gitu” kataku mamulai cerita.

“Kalo itu mah aku udah tau atuh, Kang.” Kata Ima gemas menepuk lengan tanganku. Aku jadi gemas terhadap iparku ini.

“Iyaaahh….sabar kek. Nah tru abis ibadah gitu aku raih tangannya soalnya mau salaman. Nah sebagai adik aku kan yang nyium tangan kakak, kaya gini” kataku sambil meraih tangan kanan Ima dan mengecupnya perlahan dengan sangat lembut dan agak sedikit basah.

“Sshhhh……” desah nafasnya terdengar.

“Nah….desahnya kak Umi begitu. Entah kenapa kok dia terangsang ku kecup begini…..” kataku sambil kembali mengecup tangan Ima berkali-kali dengan kecupan yang sama seperti tadi. Lembut, pelan dan agak dibasahi.

Cup…cup….cup…..

“Sshhhh……terusshhh gimanahh lanjutannya Kangghhh……?” Tanya Ima sambil menahan gemuruh di balik suaranya. Ternyata pancinganku berhasil menaikkan birahinya lebih tinggi lagi.

“Mmmm….yaa gak tau siapa yang mulai, tiba-tiba aja kami ciuman.”

“Ciuman bibir….?”

“Iya….kaya’ gini” kataku sambil mendekatkan bibirku ke bibirnya. Tak butuh waktu lama, dia mengerti maksudku. Bibir kami kemudian bertemu dan saling mengecup ringan berkali-kali.

“Kaya’ ginihhhh…..Kanggghhh…??” kata Ima di sela-sela ciuman kami. Aku menggeleng pelan.

“Gini….” Kataku sambil memiringkan kepalaku ke kanan. Ku lumat bibir Ima dengan ganas.

“Hmmmmppppfffffhhhh….srrrlllpppp…..”

Ima membalas lumatanku dan jadilah kami saling melumat bibir dengan liar. Dengan semangatnya aku melumat dan menggigit kecil bibirnya yang tipis dan merekah. Entah mengapa akhwat ini memberikanku energi tambahan untuk kembali memacu hasrat di malam hari yang sudah merambat ke subuh ini. Ima pun seperti itu. Dia tampak sangat semangat mengimbagi permainanku. Lidahnya menyambut lidahku yang dengan nakalnya menyelusup ke dalam mulutnya. Dengan semangatnya kami terus saling melumat dan menjilat satu dengan yang lainnya.

Tanganku perlahan menempel di dadanya sambil mulai membelai pelan tanpa melepaskan ciuman kami yang semakin basah dan panas. Ima juga tidak mau kalah. Kedua tangannya perlahan merangkul pundakku dan merapatkan tubuhnya ke tubuhku hingga aku bisa merasakan perutnya yang mulai membuncit menyentuh dan agak menekan perutku. Tapi itu tidak menghentikan aktivitas ciuman kami.

Setelah beberapa saat kemudian, tempo ciumannya agak ku turunkan menjadi semakin lembut hingga kemudian ku lepaskan bibirku perlahan. Ima yang ternyata memejamkan matanya perlahan membuka matanya. Dadanya kembang kempis menahan dahsyatnya gelora birahi yang memanaskan dinginnya malam. Dia menatapku dengan sayu.

“Kanghh…..Lanjutan ceritanya gimana?” Tanya nya pelan. Aku tersenyum perlahan lalu sambil menggenggam dadanya dengan kedua tanganku yang ternyata masih menempel di depan jilbabnya.

“Daripada cerita kak Umi, mending kita bikin cerita baru aja” kataku. Ima tersenyum genit.

“Ihhh…dasar mesum” katanya sambil memukul ringan dadaku. Dengan perlahan ku dudukkan Ima di atas pangkuanku menghadapku tanpa ada sedikitpun penolakan darinya. Ku dongakkan kepalaku agar wajah kami sejajar. Kembali ku kecup bibirnya dan dia juga begitu. Saling kecup-mengecup dalam desah nafas yang memburu kemudian meningkat menjadi saling melumat bibir. Liur yang bercampur justru meningkatkan gairahku. Begitupun bibirnya yang ranum dan mungil begitu hangat ku lumat. Sejurus kemudian aku mencoba menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dan ternyata dia menyambutnya. Ipar bungsuku ini sangat aktif dan lihai mengimbangi permainan lidahku, bahkan sesekali dia menyedot lidahku dengan ganas ke dalam rongga mulutnya.

“Sshhh…..Kangghhh…..ssrrllppp….” Kecipak bunyi liur dan bibir menjadi musik merdu kami malam itu mengimbangi irama jangrik yang semakin sibuk dengan orkestranya. Entah siapa yang memulai tau-tau jilbab besarnya sudah teronggok di lantai dan kaosku juga telah berpindah ke sandaran kursi malas. Aroma tubuh dan keringat Ima sangat membakar gairahku malam ini. Dasternya perlahan ku loloskan ke bawah hingga tertahan di perutnya. Dadanya yang kencang dan tidak tertutup bh langsung menjadi santapan telapakku untuk ku remas. Kencang dan padat, persis seperti dada istriku ketika dia hamil. Meremas dadanya semakin menambah semangat tempurku.

“Igghhhh…..Shhhhhh……” Ima menggigit bibir bawahku ketika kedua jempolku memilin dan memainkan putingnya. Tubuhnya terkejang sesekali menerima rangsangan jariku. Pinggulnya bergoyang memutar membuat senjataku yang tertindih di bawahnya semakin tersiksa ingin segera di lepaskan. Nikmat dan ngilu berbaur menjadi sebuah melodi yang indah, hangat namun liar. Tiba-tiba Ima melepaskan ciumannya. Dia segera berdiri dengan terburu-buru melepaskan dasternya, satu-satunya kain yang menutupi tubuh seksinya yang sedang hamil. Rupanya selain tidak memakai bh dia juga tidak memakai celana dalam. Wow. Sebuah pemandangan yang luar biasa indah tersaji di depan mataku. Akhwat yang sedang hamil muda kini tengah bugil dalam balutan birahinya, sehingga akal sehat dan norma yang dimilikinya entah tersiman di mana.

Ima lalu menuju ke arahku dan segera menarik celana training yang ku pakai sekaligus celana dalamnya. Sontak torpedoku yang tadi telah tersiksa langsung melesak keluar dan menegang setegang-tegangnya. Tanpa banyak cing-cong, Ima lalu menaikiku dan bersiap memulai santap malamnya.

“Wow….Imaahhh…..Kamu nakalhhh…. Juga rupanyhaahhh” Ujarku ketika ujung senjataku telah menempel di celahnya yang hangat dan becek. Ima menatapku dengan tajam lalu menempelkan telunjuknya di bibirku.

“Sssttthhh…..Diam kamuhhh……Aku masukin yahh….” Bisiknya dengan penekanan di setiap katanya. Ada nuansa sedikit horror di balik bisikannya, namun suasana itu segera sirna ketika dengan perlahan batanku tertelan masuk ke dalam celah vagianya.

“Ughhhhh……”

Ima menggigit bibir bawahnya seiring masuknya senjataku dengan lancar. Tidak ada menyusu, tidak ada nyepong, tidak ada jilat-jilatan, langsung menu utama. Jika kalian menganggap bawah sex itu harus dimulai dengan ciuman, melumat, lalu menyusu, oral, enam-sembilan, yakinlah kalau kalian telah diracuni oleh bokep-bokep yang bersutradara. Sex itu mengalir apa adanya seperti yang dilakukan Ima malam ini. Tanpa banya pemanasan dia telah siap dengan menu utamanya, karena dari tadi dia sudah panas.

“Shhhh….Mentokk Kanghhh….” Desahnya ketika semuanya telah tertelan. Hangat, basah dan terasa lengket. Dua tungkai selangkangan yang menempel erat.

“Ihhh….hi..hi…hi….Dedek bayinya gerak…” kata Ima tersenyum geli ketika bayinya bergerak di dalam perutnya. Aku juga bisa merasakannya.

“Iya…terganggu kali” kataku.

Plak!

Ima menamparku dengan gemas.

“Ku bilang diam kamu” katanya. Setelah itu perlahan dia mulai menggoyang-goyangkan pantatnya memutar sembari sesekali maju mundur teratur dan lembut. Tangannya merangkul pundakku erat memberikan peluangku untuk menyusu dengan bebas.

“Sshhhh…..Hhhhhhhh……..”

Ima mendesah seperti sedang kepedasan, sambil terus menggoyang pantatnya, namun kali ini sudah agak cepat. Kesempatan ini ku manfaatkan dengan melumat kedua payudaranya secara bergantian dengan gemas. Putingnya yang mengeras ku jilat dan sesekali ki sedot. Mulut dan lidah bekerjasama dengan tangan yang ikut meremas dan sesekali menggelitiki putingnya.

“Yang kencengghhhh kangghhhh…….” Bisik Ima dengan desahan yang berat. matanya terpejam erat. Sampai pada tahapan ini, aku mendapati gaya Ima berbeda dengan kakak-kakaknya ketika sedang birahi. Sejauh ini Ima lebih kalem dalam desah dan rintihan. Dia lebih mungkin nyaman hanya mendesah atau berbisik pelan ketika sedang beraksi. Berbeda dengan Kak Umi yang sangat manja dan senang mengaduh setiap kali digenjot, atau Ani yang senang mengumpat dan mengataiku dengan kasar, atau Arni istriku yang desahannya lebih mirip seperti orang yang menangis.

“Kenceng gimana, Ma?” bisikku sambil sesekali menjilat lehernya.

“Neteknyahhhhh…..yangghhhh….kenchennggg sedotnyaahhh…..” bisik Ima dengan pelan tetapi rangkulannya di pundakku semakin erat.

“OK….” Jawabku. Ku kerahkan konsentrasiku di seputaran putting dan areolanya. Ku sedot bergantian dengan tekanan yang intens dan sesekali ku gigit. Ima terus mendesis seperti orang yang kepedasan. Tangannya merangkul pundakku dan sesekali membelai rambutku.

“Uuuuhhhhhh….Sshhhh……”

Rintihan pertama Ima terdengar dalam dinginnya malam. Dia orgasme. Pangkal pahanya bergetar agak kencang seiring semakin hangatnya senjataku di dalam sana. Ada cairan yang sedikit meluber di celah pertemuan persunatan kami. Luar biasa sensasinya. Dalam menghadapi orgasmenya, Ima rupanya tidak mengendurkan goyangannya.

“Ssshhhhhh…..Hhhhhhhhmmmmmm…….”

Ima mendesis dan terus saja menggoyangkan pantatnya, naik turun maupun maju mundur. Ku bantu dia dengan terus menerus menjilati putingnya sambil sesekali meninggalkan bekas cupangan. Entah bagaimana kejadiannya nanti ketika suaminya pulang dan menemukan tetek istrinya lebam kemerahan. Ah, masa bodoh.

“Uuhhhhhhh….Kaanggghhhh……”

Ima berbisik pelan. Kali ini dia orgasme lagi dalam tempo yang kurang dari tiga menit. Wah. Luar biasa ipar bungsuku ini.

“Udah keluar lagi?” tanyaku pelan. Ima mengangguk, sambil sesekali mengejang. Untuk beberapa saat lamanya kami berangkulan dengan selangka yang menempel erat. Kembali ku rasakan perut Ima bergerak.

“Kamu gimana, Kang? Udah mau orgasme?” Tanya nya setelah deru nafasnya agak mereda.

“Belum tuh, emang kenapa?” tanyaku.

“Biasanya Mas adi orgasmenya barengan kalau aku udah dua kali” jawabnya.

“Lha ini kan baru sekitar sepuluh menitan” kataku.

“emang biasanya durasinya segitu, kan? katanya polos. Aku tersenyum sambil mengecup dagunya.

“Aku belum pernah orgasme di bawah 30 menit, Ima sayang.” Kataku. Ku lihat matanya agak sedikit membelalak.

“Heh? kok bisa begitu? Kirain hubungan seksual normalnya kan sepuluh menitan aja” katanya agak heran. Ku rasakan senjataku di dalam sana diremas oleh dinding vaginanya.

“Kata siapa?”

“Aku kan main ama mas Adi ya sekitar segitu aja”

“Ck….ck….ck….kamu udah nanya sama kak Umi berapa lama kami main?”

“Emang berapa lama?”

“hampir dua jam”

“Eehhhhh…..!!!????”

Ima membelalak dan menjauhkan tubuhnya dari rangkulanku. Aku tersenyum.

“Emang bisa selama itu?” Tanya Ima.

“Yup….paling cepet aku keluar 30 menit”

“Aduhhh….Kang……Aku jadi trangsang nih…….”

“Iya….lanjut ya? Udah kuat, Kamu? Soalnya aku bakalan ganas lho...”

“Udah, Kang…..hayukkk…..jadi penasaran, seganas apa sih kamu”

***
‘cklek’

Ima mengunci pintu kamarnya tidak beberapa lama setelah aku mendudukkan pantatku di single sofa di ranjangnya yang mewah dan luas. Ima kini sangat terlihat berbeda karena telah memakai kembali pakaiannya. Jilbab lebar warna coklat gelap dipadu dengan daster panjang tanpa lengan. Setelah puas menatap Ima yang mengunci pintu, ku lemparkan kembali pandanganku ke seisi kamar yang besar dan mewah ini. Sepertinya kalau aku tidak salah, kamar ini lebih luas daripada ruang tamu di rumahku. Sebuah ranjang double king size, ranjang mewah pertama yang ku lihat diluar kamar suite hotel tertata anggung di ujung kamar menghadap ke tv LED besar yang melengket di dinding lengkap dengan segala aksesoris audionya yang tidak akan selesai jika ku jelaskan satu persatu. Ah, rupanya menjelaskan isi kamar ini saja membutuhkan banyak tenaga.

Tunggu dulu. Ku perjelas mataku ke arah meja lampu tidur di samping ranjang. Segelas air putih tampaknya masih penuh terlihat oleh mataku. Berarti Ima tidak meminum dua tetes perangsangku. Berarti pertempuran tadi yang terjadi di loteng lantai dua murni tanpa campur tangan obat perangsang. Ah, entah mengapa tiba-tiba aku jadi merasa menang banyak malam ini. pantas saja Ima tidak menunjukkan gelagat yang sama seperti kak Umi atau Rahma. Birahinya menggelegak sebagaimana birahi orang yang bernafsu, bukan birahi yang tiba-tiba menggelegak tak terkendali.

Lamunanku tersadar ketika Ima memutar panel lampu hingga lampu kamar menjadi redup dan sangat romantis. Canggih sekali kamar ini. ah, jadi aku jari iri.

“Hayooo…..Akang kok ngelamun? Mikirin apa, Kang?” kata Ima sambil berdiri di depanku. Perlahan didudukkannya pantatnya di atas pahau dan Kembali dia duduk di pangkuanku serta melingkarkan tangannya di leherku. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga kiriku dan membisikkan kata pembuka yang lembut namun membuatku merinding.

“Katanya mau ganas, kok aku gak dibanting, yah….?” Bisiknya yang dicampur dengan desah. Sontak senjataku yang tadi hanya tegang 60% langsung berada pada posisi maksimal.

“Aku tadi mau banting kamu ke kasur tapi Nanti Kasian dedek bayinya….” Balasku juga dengan berbisik.

“Kang….”

“Iya adek iparku…..?”

“Oooohhhhssssshhh….apa, Kang?”

“Apanya, adek iparku?

“Aaaakkhhhh….Sshhhhhh…….”

Ima memelukku dengan erat sedangkan selangkangannya ditekannya ke senjataku. Dari gerakan selangkangannya yang bergetar dan sesekali mengejang, aku tahu kalau adik iparku ini baru saja orgasme. Entah apa sebabnya. Mungkin saja karena perkataanku, atau karena caraku mengatakannya dengan berbisik sambil sesekali menempelkan bibirku di telingannya yang masih tertutup jilbab lebarnya, atau karena kaduanya. Yang masti, Ima sekarang sedang menenggelamkan mukanya di leher kiriku sambil terus menggosokkan selangkanya di selangkanganku.

“Ssshhhhh……hhhhooohhhhh…..” desahnya sambil terus menekan selangkanganku. Senjataku yang tegak mengacung dari balik celana training suami Ima menjadi terasa agak ngilu. Hingga kemudian kuputuskan untuk menepuk pantatnya agar dia berhenti sejenak. Ima menurut. Ku turunkan sedikit celanaku hingga juniorku langsung mengacung dengan gagah. Ima sepertinya mengerti maksudku. Ia mengangkat sedikit pantatnya ketika ku singkap kain daster yang menutupi celahnya. Perlahan namun pasti kedua persunatan kami bertemu. Celah yang sudah licin dan becek ini semakin hangat terasa ketika senjataku dengan pelan tertelan masuk ke dalam liang surgawinya.

“Sshhhhh….Ooohhhh……”

Kami mendesah hampir bersamaan seiring celahnya yang menelan sempurna senjataku. Setiap mili jarak perjalananku masuk ke dalam tubuhnya terbayar oleh serbuan rasa geli, nikmat dan nyaman yang mengkontaminasi setiap jengkal pembuluh darah kami. Selangkangan Ima bergetar halus lalu dia membuat gerakan memutar.

“Immmaaaahhhhh……Hebat kamuhhh….”

“Ssshhhh…..sesakk nihhh Kanggghhh……”

“Sempitthhh….hangatthh….luar biasa memekmuhh……”

“Aaaakkhhhh….apa kanghh? Ulangi lagi…..ngomonghhh apaahhh…..?” tiba-tiba Ima menjadi sedikit lebih histeris mendengar ucapanku. Ritme Goyangannya yang memutar teratur menjadi kacau dan justru menjadi semakin nikmat. Tangannya menjambak dan mengacak rambutku. Sepertinya dia sedang menunggu jawabanku.

“Memekkhhhmuuhhh….sempitthhh………” bisikku pelan.

“Aaaakkkhhhhh……Ssshhhhooohhh…..Kanggghhh…..Dapethhh lagiihhhh…..”

Ima orgasme lagi. Dua kali orgasme dalam kamar ini diraihnya hanya kurang dari lima menit. Ku rasakan celahnya mengejang seperti tersengat listrik. Semakin becek dan licin di dalam sana. Bahkan ku rasakan sedikit merembes keluar membasahi paha kami. Rupa-rupanya Ima menjadi lebih terobsesi pada permainan yang dibumbui kata-kata yang sedikit sarkastik.

Aku tidak tahan untuk tidak memfungsikan tanganku di tubuh iparku yang mungil dan mulus ini. ku telusupkan tanganku di balik daster Ima dan mulai membelai pahanya yang mulus. Ku teruskan ke bongkahan pantatnya yang bulat. Ku remas dengan gemas bongkahan pantat itu, lalu ku arahkan telunjuk kiriku untuk mencolek lubang analnya. Sontak tubuh mungil yang sedang menunggangiku ini tersentak dan mengejangkan selangkangannya. Mau tidak mau batangku seperti tersedot ke dalam vagina hangat ibu hamil yang sedang meresapi sisa orgasme keduanya di atasku.

“Iihhhhh….Kaanggghhhh…..” desahnya. Ada perpaduan antara geli, nikmat dan risih dari balik suara dan gesturnya. Ku putuskan untuk meneruskan penjelajahan kedua tanganku ke punggungnya yang tertutup daster dan jilbab lebarnya. Ku garuk kecil dan lembut punggungnya untuk memberikan sensasi geli dan nikmat baginya.

Ima menjauhkan muka dan tubuhnya dariku. Nafasnya sudah mulai teratur dan di bibir mungilnya yang indah tersungging senyum. Terdapat sebuah kebahagiaan dan kepuasan yang tulus jelas tergambar dari balik senyumannya itu.

“Gimana, Ma? Udahan atau lanjut?” tanyaku dengan nada sedikit menyindir. Ima memonyongkan bibirnya dengan pose manja yang natural lalu mencubit lenganku yang sebahagian besarnya telah tenggelam di dalam dasternya.

“Akang mahh…..kok nanya gitu sih…..?” ujarnya.

“Akang serius, Ma. Ini udah jam dua malam lewat lho…..kasian sama dedek bayi” kataku sambil mengelus perutnya di dalam dasternya. Ima merengut manja. Sama sekali tidak tampak kalau anak ini adalah seorang perempuan tomboy sebelum dia menikah. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku.

“Cium aku, Kang” katanya pelan. Aku menurut saja. Ku dekatkan wajahku sembari ku miringkan ke kanan. Ku kecup bibirnya pelan.

Cup…..sebuah kecupan ringan ku daratkan di wajah imutnya. Ima memejamkan matanya.

“Lagi, Kang” bisiknya. Ku dekatkan kembali bibirku dan ku kecup bibirnya. Kali ini kecupanku sudah mulai kulakukan berulang-ulang, hingga kurasakan sebuah balasan kecupan dari bibir yang kini bersentuhan dengan bibiku. Ima membalas permainan bibirku dengan bibirnya pula. Jadilah kami saling melumat bibir dengan penuh penghayatan. Kami saling melumatkan bibir sambil sesekali menikmati goyangan pantat Ima yang sedang memanjakan kelaminku. Agak lama kami berciuman, hingga kami saling melepaskan ciuman. Ima lalu tersenyum pelan ke hadapku.

“Kang….mau tau rahasia?” Tanya Ima sambil menatapku.

“Yehhh….kalo aku mau tau berarti bukan rahasia lagi lho….” Ledekku. Ima sewot.

“Iiiihhhhh…..akang usil, ah…..ku patahin ntar nih pentungan” katanya gemas sambil menggoyang pantatnya memutar dengan cepat dan tidak beraturan. Sontak serbuan kenikmatan melandaku.

“Whhoooowwwhhh…….mantap Ma……” ujarku menikmati setiap gesekan yang terjadi di dalam sana. Meskipun sudah sangat licin, tetapi sensasi kenikmatannya tidak pernah berkurang. Dengan semangat tinggi Ima terus menggoyang pantatnya. Bahkan kali ini dia menaik-turunkan pantatnya.

“Ssshhhhh….Rassaaaiinnnnhhh….. Kamuhhhh….Kaangghhh…..sapaa suruhh…..usillll…….” ujarnya di antara birahi dan gemas. Pantatnya yang tadinya sangat kaku kini semakin lancar hingga menimbulkan bunyi khas yang kalian semua pasti sudah tau bunyinya.

“Kamu yang usil, Ma…..Ssshhhh…..Mau ngasih tau rahasia kok pake ngentot dulu sih…..” ujarku di sela desah nikmat yang mendera batangku.

“Ngentot……Aakkkhhhhh……aku tambah naik kang….hhhhhh…..” Ima mengulang kata ngentot lalu histeris meriintih. Aku yakin kata yang tabu itu pasti telah mematik birahinya dan pasti tidak lama lagi dia akan orgasme. Ku ladeni perkataannya dengan mulai mengatainya.

“Emang ngentot ini namanya, Ima…..Ngentotin adek iparku saat suaminya lagi gak ada……enak kan, Ma….?” Pancingku.

“Ooooouuuugghhhhh….Iyaaahhhh Kaaanggghhhhh…..Ennaakkkhhh kaaanggghhhh…..mentanghhhh-men…tanghhh suamikuuhhh gaakkk addaahh……” racau Ima makin menjadi. Momen ini ku manfaatkan untuk melepas jlibab panjangnya dan juga dasternya. Ima terlalu sibuk meladeni birahinya sehingga aku yakin dia tidak menyadari kalau dia telah polos seutuhnya di atas pangkuanku. Ku tatap sepasang payudara yang bergerak mengayun dengan anggun seiring ayunan pantat si empunya. Kencang dan mengacung. Putingnya sedikit membesar dan menggelap khas putting seorang ibu hamil. Perlahan ku arahkan tanganku yang sedari tadi lebih banyak di bongkahan pantatnya perlahan merangkak menuru payudaranya.

“Aaakkkhhhh……Kaaanggg….diremeeesssshhh ddooonnnkkhhh….…..” racau Ima semakin agresif. Goyangan pantatnya juga tidak lagi naik turun tetapi maju mundur tetapi tidak lagi teratur. Sepertinya dera orgasme yang keempat malam ini akan segera tiba.

“Apanya di remesshhh….Imaaa…..?”

“Tetekkku, Kaangghhh…..Kyaaahhhhhh….Uuuhhhh…..”

“Beginiiihhhh…ssshhh…..”

“Mainin putingnyaaaahhhhhh….jugaahhh…..Iiihhhh…..”

“Beginihhh…..?” tanyaku sambil mulai menyentil putingnya dengan jariku. Tidak ketinggalan juga partisipasi dari lidahku yang menjulur dan menjilat putingnya.

“Iyyyaaaahhhhh…..Aaakkkhhhh….datengg lagggiiihhhh…….Kyaaaahhhhh……”

Ima mengejang hebat. Orgasme kali ini aku yakin lebih dahsyat dari orgasme sebelumnya. Terbukti dari leleran cairan kental dari celah kami yang menyatu. Ima seperti tersetrum listrik. Tubuhnya melengkung dan kejang-kejang. Matanya terpejam rapat dan dia menggigit bibir bawahnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku dengan keras. Suara lenguhan yang tidak jelas terus terdengar dari mulunya. Sebuah pemandangan yang sangat eksotis. Sangat berbeda dengan kesehariannya.

Memang benar. Ekspresi manusia ketika melakukan kegiatan seksual yang terjadi secara alami adalah wujud paling jujur dari jati dirinya. Wajah yang pada keseharian bisa menjadi topeng untuk menyembunyikan perasaan hati, tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan nikmat yang terus mendera, apalagi ketika si pelakunya mendapatkan puncak kenikmatan yang sempurnya, sama seperti yang di rasakan oleh ipar bungsuku ini. Dengan sabar ku tunggui hingga orgasmenya mereda.

“Ima….?” Tanyaku beberapa saat kemudian. Ima membuka matanya menatapku. Pandangannya sayu menandakan bahwa deraan orgasmenya belum reda. Dia mencoba tersenyum meski dalam tubuh yang masih sesekali menggigil dalam kejang kenikmatan. Perlahan ku rasakan sebuah gerakan dari perutnya yang menyentuh perutku. Dedek bayi terbangun. Rupanya dia terganggu.

“Iya, Kang?” jawabnya pada akhirnya setelah sekian lama tanyaku tidak diperhatikan.

“Pindah, yuk?”

Iam mengangguk. Perlahan dia berdiri untuk mencabut senjataku yang tegak memakunya. Baru saja kedua persunatan kami berpisah, ku lihat cairan putih kental berceceran keluar dari dalam celahnya.

Crreetttt…crrettt…..

Pusar sampai pahaku tidak luput dari basahnya cairan yang rimuntahkan vagianya. Aku kagum dan takjub melihat pemandangan ini.

“Whowwhhh…. Luar biasa kamu, Ma” kataku. Namun rupanya Ima terlalu lemah untuk menjawabku. Setelah berdiri, dia menggelosor turun dari sofa dan bersimpuh dengan lemah di karpet.

“Hehehe…aku lemmess Kang” candanya dalam keadaan lemas. Akuhanya tersenyum dan menghampirinya.

Aku berdiri dan menuntunnya berdiri lalu ku gendong dia dan ku baringkan di ranjangnya. Ima terbaring terlentang pasrah di depanku. Dia tersenyum menatapku yang duduk di samping tubuhnya. Tatapannya turun ke senjataku lalu tersenyum nakal. Dia menjentik pelan senjataku yang masih tegak mengacung.

“Dasar kamu, ya? Penjahat” kata Ima ke senjataku. Ku balas dengan menganggukkan batangku. Ima tersenyum. Aku lalu berbaring di sampingnya dan menatap wajahnya. Kami saling menatap dalam senyum dan diam.

Lalu beberapa saat kemudian Ima meraih tanganku dan menempelkannya di dadanya. Dia tersenyum padaku manis sekali.

“Di remes kang. Yang pelan ya?”

Aku mengangguk dan tersenyum. Ku remas-remas dengan pelan dan lembut gundukan mungil di depanku. Remasan ku ganti dengan belaian lalu ku ganti lagi dengan remasan. Sesekali ku pilin putingnya dengan jariku. Ima menghela nafas. Dia tersenyum padaku.

“Kamu suka, Kang?” tanyanya. Aku tersenyum lalu mengangguk. Lalu Ima merubah posisi tidurnya menjadi miring dan menghadapku. Tangannya menopang kepalanya hingga posisinya sama persis seperti posisiku hanya saja saling berhadapan. Dia tersenyum lagi-lagi kepadaku. Senyum yang sangat manis. Entah mengapa senyuman Ima sangat mirip seperti senyum Arni. Bukan pada kemiripan anatomi tubuh karena mereka ini bersaudara. Tetapi kesan senyuman itu sangat mirip dengan senyuman istriku yang selalu mampu membuatku jatuh cinta setiap hari padanya, meskipun aku sadar hasratku terlalu besar untuk dia tanggung sendiri.

Ku rebahkan lagi Ima agar dia terlentang. Aku belum puas bermain dengan teteknya.

“Ssshhh….Iiihhhh…..” rintih manja Ima terdengar tatkala lidahku perlahan menyisir daerah areolanya. Ku buat gerakan lidahku memutar di sekeliling putingnya lalu ku jilati putingnya dengan lembut. Ima merespon dengan menggeliatkan tubuhnya seperti cacing kepanasan. Ah, entah rahasia apa yang tersimpan di balik dua dada wanita, hingga rasanya semua laki-laki menyukainya.

Sesekali Ima menggigit bibir bawahnya sambil meresapi kegiatanku yang asyik menyusu padanya. Dadanya begitu kencang dan bulat meskipun tidam terlalu besar. Kini dada itu telah sepenuhnya basah oleh liurku dan ini adalah pemandangan yang sangat menggairahkan.

“Kamu nakal, Kang.” Kata Ima pelan dengan mata di picingkan dan dengan bibir yang digigit sedikit hingga mengimbulkan kesan nakal.

“Kamu suka kan?” ledekku.

“Kamu juga mesum” katanya seolah tidak memperhatikan ucapanku sebelumnya. Akan tetapi aku tidak memperhatikan ucapannya karena aku sedang sibuk menciumi sekujur perutnya ke bawah. Aku merayap ke bawah hingga bibirku kini sudah sampai di gundukan vagianya. Ku kecup pelan dengan lembut gundukan yang ditumbuhi rumput tipis dan rapi itu.

“Ihhhh….Kaanngg…..ciumanmu bikin teler…..”katanya.

Aku masih tidak mempedulikan ucapan ipar bungsuku ini karena aku kini telah bedara di celah pahanya. Dengan perlahan ku kangkangkan kedua kaki Ima hingga membuka lebar. Tentu saja celah surgawi yang tersembunyi itu kini langsung terpampang mekar merekah di hadapanku. Bengkak, memerah dan becek. Tanpa menyia-nyiakan waktu, langsung ku arahkan lidahku menyusuri celahnya dari bawah ke atas.

“Ahhh…..Kaangghhhh……Sssshhhhhhh” tubuh Ima terlonjak-lonjak menerima perlakuanku. Mulutnya penuh dengan desisan kenikmatan. Ah,rasanya gurih. Jus vagina yang segar dan gurih, ku nikmati sepenuhnya. Entah mengapa tidak ada sama-sekali rasa jijik ketika aku menjilat vagina berlendir itu, lalu menghisap ledirnya ke dalam mulutku, sambil sesekali meratakan cairan surganya ke celah vagianya.

“Ooooohhhhhhhgggghhhh…..ennnaakkkkhhh……ih….ih….ihhhh…..”

Ima meracau sambil menjambak rambutku dengan kedua tangannya dan menekan kepalaku lebih rapat lagi ke selangkangannya. Ima tengah sibuk menikmati oralnya. Aku pun demikian. Sebenarnya aku sangat suka pada sex jenis ini. oral seks merupakan perilaku seks yang sensasinya luar biasa. Kalian bisa membayangkan, kemaluan atau kelamin yang selalu membuang kotoran, lalu dinikmati bukan oleh sesama kelamin, melainkan mulut yang darinya keluar kata-kata mutiara indah. Ini bukan soal rasa, tetapi lebih pada soal sensasi.

“Kaaanggghhh…..akkuhhhh…sukkkaaa……lagi…lagi……” racau Ima. Dia menggerak-gerakkan pantatnya dan menggesek celahnya di bibir dan lidahku. Ku rasakan rembesan kental yang semakin banyak keluar dari dalam sana. Kali ini bibir dan lidahku tidak tinggal diam. Ku sedot klitrisnya dengan kencang dan kupilin klitorisnya dengan lidahku dengan cepat hingga Ima kelojotan.

“Aaaakkhhhh…..mauuu dapppeeettthhh…..Ooohhhh…..Ooohhh…..Kyyaaaaahhhhh……Dapppettthhhh laggghiiiiii Kaaanggghhh…….”

Ima menggeliat. Pantatnya terangkat tinggi dan menegang disertai dengan gemetar. Dia orgasme lagi. Kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kencang, tetapi itu tidak membuatku menghentikan kegiatanku. Ku masukkan dua jariku yaitu jari tengah dan jari manis ke dalam liangnya lalu ku kocok dengan irama yang sangat cepat hingga Ima kelojotan di atas ranjang.

“Aaahhh….Kaaanghhh….Kaaanggghhh….ammmphuuunnnnhhh…..ooohhhhh…..”

Aku tidak mempedulikan racauan adik iparku ini karena aku sedang gemas mengocok liangnya yang besek dan hangat. Sebuah sensasi yang luar biasa ketika jari-jarimu di jepit di dalam sana. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama, Ima kembali orgasme untuk yang ke sekian kalinya. Orgasme yang luar biasa, karena disertai squirt yang sangat deras….

Seerrrrrr…….squirtnya menyembur desar hingga membasahi sepreinya.

“Aaahhhhhhh……Huuuuuhhhhhh……..” Ima kemudian terbaring lemas tetapi menggigil seakan terkena penyakit ayan. Sungguh pemandangan yang menggairahkan. Salah satu kepuasan batin seorang laki-laki adalah dia bisa membuat rekan seksnya terkapar dalam kepuasan. Kali ini ku cabut jariku dari dalam celahnya dan duduk berlutut di antara kedua kakinya. Aku duduk diam menatap wanita yang kini tengah dilanda badai kenikmatan yang amat dahsyat. Mulutnya menganga dengan liur yang menetes dari sudut bibirnya, mata terpejam dengan rambut yang acak-acakan. Hingga tidak beberapa lama kemudian Ima melemas dan terlentang di atas ranjang. Dia membuka mataku dan tersenyum manis.

“KAaangg…..” ujarnya di sela senyumannya yang manis dan menenangkan.

“Gimana?” tanyaku membalas senyumannya. Ima tidak menjawab kecuali hanya dengan mengangkat dua jempolnya dan mengacungkan jempolnya dalam keaaan lemas.

“Sumpah, Kang……aku lemes banget. Kamu hebat, Kang”

Aku tersenyum.

“Kamu masih kuat, Kang?”

“Masih….emang kenapa?”

“Gak sih. Kalo udah gak kuat akang istirahat saja.”

“Oohh ada yang nantangin ya?….Rasakan ini….” Kataku dengan gemas lalu menerkamnya. Ima yang terkejut hanya menjerit kecil lalu tertawa cekikikan menerima serangan mendadakku..

“Aaawww Kangghhh….hihihi….Kamu nakal Aww hi hi hi…..” kata Ima ketika dengan paksa aku menariknya lalu melentangkannya, kemudian ku kangkangkan kedua pahanya lebar lebar. Ima terus tertawa geli sambil terus menutupi wajahnya. Tanpa membuang waku, senjataku yang telah tegang maksimal ini ku lesakkan ke dalam celahnya yang telah licin hingga membuat tawa gelinya seketika berubah menjadi desah manja.

“Kaangghhh hihi….hihii…Kamu nakal….hihi….Aaaaaahhhhh……Kaaangghhh…..”

Tidak ada celah untuk mengerti keadaan iparku yang tidak siap dengan serangan mendadak ini. tidak ku berikan dia kesempatan untuk beradaptasi. Begitu senjataku amblas ke dalam, langsung ku genjot dia dengan gerakan yang sangat cepat hingga dia kelojotan.

“Oooohhhhh….Ssshhhhh…..Kaaanggghhh….Ennnaakkkhhh……..”

Ima memejamkan matanya sambil menolehkan kepalanya ke kanan dan terus meracau. Ku pegangi kedua kakinya yang mengangkang dan ku renggangkan sambil terus berkonsentrasi mengatur pola nafasku. Sendangkan Ima di bawah sana terus meremas payudaranya dengan gemas.

“GImanaaahhhh Maaa….Enakk kan dientot suami kakak sendiri…..?” pancingku.

“Aaaakkhhhh….Kaaanggghhhh……Ammphuuuunnnhhh……” racau Ima. Kini setelah sekian lama kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Sungguh aku ingin sekali telungkup di atas tubuhnya lalu memeluk dan menciumnya. Hanya saja kondisinya yang sedang hamil tidak memungkinkan adegan ini terjadi.

Vagina yang semakin merah membengkak tersaji indah di hadapanku seolah memuaskan lapasnya mataku. Terpampang jelas dengan sedikit bulu lembut yang menghiasinya. Ku turunkan tanganku dan membelai biji yang menonjol dari celah itu. Biji yang seolah memanggilku untuk membelainya.

“Aaakkkhhhh…Kaaanggghhhhh…….Ooohhhh…..”

Ima meracau histeris ketika tanganku membelai dan mengusap clitnya pelan. Terasa di dalam sana semakin sempit dan remasannya semakin nikmat. Sepertinya orgasme akan kembali datang. Dan benar saja. Ima langsung kelojotan menyambut orgasme kelimanya malam ini.

“Hoooohhhhhoohhhhh……Hooohhhh….” Racaunya pelan dalam kejangnya yang sangat indah. Dia menelan ludahnya tanda redanya orgasmenya. Aku tidak memberikannya waktu istirahat lebih lama lagi karena orgasmeku juga sudah mulai di depan mata. Langsung ku genjot lagi tubuh lemah ibu hamil yang terbaring pasrah di bawahku.

“Iiiihhhhh….Kaanggghhhh….Ennnaaakkkhhhhh….Aammmphuuunnnn….Aku gakk kuattt…..” rintih Ima memelas. Namun aku tidak peduli.

“Aku udah bilang aku bisa ganas. Nih rasain…..” geramku sambil terus menggempurnya dengan hebat. Dua kali memeras sperma bukan berarti spermaku sudah habis. Ku beritahuan kepada kalian sebuah rahasia. Setiap hari selama 30-50 menit aku selalu memijit salah satu titik di punggung telapak tangan kananku. Titik itu adalah titik untuk merangsang produksi sperma. Sejauh ini sangat manjur padaku.

“Kaaangghhh…..Kammuhhhh….Akkkuuhhhh….Kaaangghhh….”

Ima meracau semakin ngelantur. Birahi yang telah melanda berkali-kali membuat konsentrasinya sedikit memudar tetapi justru semakin merangsang orgasmeku semakin mendekat.

“Imaaahhhhh….memekkkmuuuhhh….semmmphiitttt…..”

“Kaaangghhhhh……..terrruussshhhh Kaaanggghhh….Oohhhh….nikmatnyaaahhh…..”

Orgasmeku semakin mendekat.

“Imaaaahhh….Aku mau dapetthhhh….di daleemm atau diluarrhhh….???”

“Iyaaahhh….Akuuhh jugaaaahhhh…..di dalem ajaaahhh….Aaaawwwhhh…..”

Orgasmeku tiba.

“Aaakkkhhhh……” aku mendesah lalu ku tusukkan semakin dalam senjataku. Entah berapa kali peluruku dimuntahkan oleh batangku di dalam liangnya. Ima pun semakin liar menggoyang pantatnya, hingga orgasmenya menyusul tidak berapa lama kemudian.

“Kyaaaaahhhhh……Adduhhhh….Kaangggghhhhhhh…….”

Ada sebuah rasa tak terkata setiap kali orgasme melanda. Entah bagaimana membahasakannya, tetapi aku yakin, tidak ada satupun sanggup menukar perasaan yang dialami ketika orgasme dengan sebuah kata yang pas. Aku hanya bisa mewakilkan perasaanku ketika orgasme dengan gabungan kata, yaitu nikmat, geli, letih, puas, capek, panas, becek, dan wow. Sejauh ini aku tidak tahu satu redaksi yang pas untuk menceritakan pengalaman orgasmeku.

Ku diamkan sejenak batangku di dalam celahnya. Ku tatap wajah cantik di bawah sana. Wajah yang mendongak dengan kedua mata terpejam. Alis dan dahi mengkerut serta mulut yang terbuka lebar. Deru nafas Ima memburu, bersatu dengan lelahnya perjuangannnya malam ini. wajah itu sangat polos dan jujur menampakkan perasaan yang dia alami. Ah, entah mengapa aku melihat Ima yang sangat mirip dengan Arni, istriku yang sedang tidur dengan Ani di luar kamar.

Ku biarkan kelamin kami saling membiasakan satu dengan yang lain. Aku mencondongkan badanku ke depan dengan bertumpu pada kedua tanganku. Sedangkan Ima masih terkejang-kejang menikmati orgasmenya.

Ku cabut senjataku yang telah melemah di dalam sana lalu aku beringsut disampingnya. Ku kecup kening Ima pelan.ima memejamkan matanya. Aku berusaha keras agas tidak ada emosi dan jiwa yang terlibat di dalamnya. Aku selalu berusaha agar cintaku hanya untuk Arni seorang, meskipun aku sadar batangku bisa untuk siapa saja.

“Makasih, Ma…..” bisikku.Ima membuka matanya dan menatapku. Dia tersenyum.

“Makasih juga, Kang. Kamu hebat”

Aku berbaring di sampingnya dan dia segera meletakkan kepalanya di dadaku. Kali ini dedek bayi lagi-lagi bergerak. Tangannya membelai dadaku dan telunjuknya menari-nari di sana. Tangan kananku yang tertindih lalu merangkulnya dari belakang. Ima lalu memelukku dengan erat. Tidak ada kata. Tidak ada paksaan dan tidak ada kegiatan lain selain terdiam dan menikmati setiap centi dari kulit tubuh kami yang berpelukan.

“Makasih ya,udah boleh ngentotin kamu, hehehe….” Candaku memecah keheningan. Ima mencubitku gemas.

“Ihhh Akang ah….malu atuh kang” protesnya manja aku hanya tersenyum.

“Malu, ya? Hehehe……tapi kalo lagi enak malunya dibuang” kataku.

“Akaaangggg…..” protesnya sambil mencubit putingku.

“Aaahhhh…..nakal banget sih nih tangan”

“Bodo’ ah” Jawab ima sambil mempererat pelukannya. Pahanya menjepit pahaku hingga kurasakan basah di bawah sana. Suasana yang luar biasa.

“Ma. Ngomong-ngomong tadi mau ngomong rahasia apa?”

“Mmmm….kasi tau gak ya?”

“Gak usah. Gak butuh”

“Yeee….yang merajuk. Akang bisa juga merajuk, ya?”

Aku diam saja menatap langit-langit kamar yang berhias lampu Kristal mahal. Ima mengangkat kepalanya dan tersenyum menatapku. Entah mengapa senyuman yang ku lihat sangat berbeda dengan senyuman iparku yang lain. Senyuman ini hanya dimiliki oleh istriku. Senyuman yang tulus, penuh cinta, dan sangat menenangkan. Lalu entah bagaimana Ima juga memiliki senyum seperti ini kepadaku.

“Aku ceritain dua rahasia, ya?”

Aku mengangguk.

“Pertama. Sebenarnya waktu pertama kali kamu datang ke rumah ini waktu mau ta’arufan sama kak Arni, gak tau kok aku juga suka sama kamu, Kang. Padahal kan aku gak pernah tau kamu. Waktu itu aku iseng ngomong sama kak Arni apakah dia suka sama kamu. Sengaja ku jelekin kamu di depannya. Ku bilang, ‘ ngapain kamu ta’arufan ama cowok yang udah item, pendek, gemuk, jelek lagi’ tapi ternyata kak Arni udah kadung cinta ama kamu. Ya aku ngalah kang. Makanya sejak kalian nikah, aku selalu menjaga jarak dari kamu soalnya setiap dekat kamu pasti sakit banget rasanya. Aku ngikut kajian bareng kak Arni kan juga gara-gara aku ingat kak Arni pernah ngomong kalo kamu emang suka sama akhwat gitu…….”

Aku ternganga mendengarkan cerita ipar bungsuku ini. ada rasa tidak percaya namun aku telah terlanjur mendengar apa yang telah ku dengar. Rupanya inilah sebabnya sehingga selama ini Ima lah iparku yang paling tidak dekat denganku. Bicara seperlunya, dan menjawab pun seperlunya. Ternyata dia memliki rahasia hati yang bebannya telah ditanggungnya bertahun ini.

“Sampe akhirnya Kak Adi datang kenalan ama aku. Aku nyaman sama dia. Kenapa? Karena dia itu kamu banget, Kang. Cuman versi kurusnya. Tapi jujur, Kang. Kak Adi itu lelaki kedua yang pernah masuk di sini” Ima menunjuk dadanya. “Yang pertama itu kamu, Kang. Jujur aku cinta sama kamu dari dulu. Gak tau kenapa. Aku juga gak mau perasaan ini ada. tau-tau udah ada gitu aja, Kang”

Ada setitik bening yang mengalir pelan menciptakan segaris tipis di pipinya. Ima menarik nafasnya dan menghelanya….

“Hhhhhuuuuuffftttthhhh…… aku udah lega, Kang. Akhirnya kamu tau juga. Bebanku udah hilang, Kang. Sekarang aku bisa mencintai Kak Adi dengan tulus tanpa bayang-bayang kamu lagi”

Dia tersenyum. Entah mengapa kini tenggorokanku tercekat. Seakan aku tidak tau bagaimana caranya bicara. Aku terdiam dalam perasaan yang entah bagaimana cara menggambarkannya. Tidak ada kata yang keluar untuk menanggapinya, selain sebuah kecupan hangat di keningnya yang disambutnya dengan memejamkan matanya. Dia tersenyum dengan senyuman itu lagi. Ah, Ima.

“Trus….rahasia yang kedua, apa?”

“Eh….? Ohh itu…hi hi hi….kasih tau gak ya?”

Ima kembali bertingkah menggemaskan tak tampak kalau sebenarnya dia itu adalah seorang ibu hamil.

“Ayo dong….kan penasaran nih…..”

“Hehehe…itu Kang….selama ini aku cuman orgasme satu kali, itupun jarang banget, soalnya sekitar 9 atau 10 menitan kak Adi udah kelar hehehe….”

“Eh…?”

“Udah ah, malu atuh kang. Malah rahasia suamiku sampe kamu tau segala. Jangan dibilangin ya?”

“Ih ngapain juga kali, neng” ujarku sambil memeluknya kembali tapi Ima melepaskan pelukanku dan duduk.

“Aku haus kang. Gempor nih abis dihajar sama kamu” katanya sambil melemparkan pandangannya ke sekeliling kamar hingga terhenti pada segelas air yang terletak di samping ranjang di rak lampu tidur. Eh, tunggu dulu. Sepertinya ada yang tidak beres, tapi apa ya?

“Kang, ini air minum kamu yang bawa tadi, ya? Wah makasih akangku yang baik….” Katanya sambil meraih air minum itu.

Deg!

Aku tersentak. Air itu adalah air yang ku tetesi obat perangsang. Wah gawat nih kalau sampai di meminumnya. Segera ku bangkit dan mencegahnya.

“Ehhh…tunggu du….”

Terlambat. Seluruh air dalam gelas itu kini telah mengalir dengan lancar menuju tenggorokannya.

“Aahhhh….segarnya, makasih ya, Kang” kata ima tersenyum padaku sambil meletakkan gelas yang kosong itu di meja. Setelah itu di lalu beringsut ke ranjang dan berbaring di pahaku yang terlipat. Wajahnya persis menghadap senjataku yang telah pulas tertidur. Dikecupnya pelan senjata andalanku itu.

“capek yah kamu?” bisiknya pelan.

Kini aku hanya duduk mematung menhadapi kenyataan bahwa sepuluh menit lagi,zat dalam air itu akan segera bereaksi. Gawat!

TAMAT

Cerbung Bokep diatas merupakan hasil karya dari Tomame selaku pengarang aslinya. Foto yang digunakan di dalam cerita ini hanyalah ilustrasi untuk mempermudah dalam meresapi jalan cerita yang ada.
loading...

Klik tuk Kirim Pesan