Dibalik Kerudungnya Yang Lebar (Bagian 7)

Cerbung Dewasa Ngintip Umi Mandi berjudul Dibalik Kerudungnya Yang Lebar (Bagian 7) ini mengisahkan tentang seorang anak yang ngintip umi-nya sendiri kala mandi. Penasaran? Yuk baca aja cerita dewasa terbaru ini.
Cerbung Dewasa Ngintip Umi Mandi
(Cerbung Dewasa Ngintip Umi Mandi)
Perlu diketahui, cerita ini merupakan lanjutan dari episode yang sudah terbit sebelumnya. Silahkan baca-baca dulu chapter yang sebelumnya agar Anda tidak bingung.

Untuk membaca cerita lengkapnya, silahkan lihat daftar episode cerita "Dibalik Kerudungnya Yang Lebar" disini:

Dibalik Kerudungnya Yang Lebar The Series <-- klik untuk melihat.

***

Taksi yang membawa Alif berhenti tepat di depan gang tempat sebuah plang hijau bertuliskan Asrama Syahamah dengan cat warna putih terletak. Setelah membayar sesuai kargo, Alif kemudian melangkah membawa kopernya, tas ransel di punggungnya juga Nampak kembung. Tinggal berjalan masuk gang sekitar 300 meteran maka sampailah dia ke gerbang asrama syahamah.

Ustazah Aminah sedang duduk-duduk di kursinya sambil membaca buku “Ukhti-ukhti Jilboob” ketika ketukan dan suara salam terdengar di pintu kamarnya. Perlahan dia bangkit kemudian membuka pintu. Sejenak dia tercengang menatap anaknya yang tersenyum berdiri di depan pintu.

“Aliiifff, sayang, kok gak bilang-bilang? Tau gitu kan umi bisa menjemputmu di terminal.” Ustazah Aminah memeluk sang anak dengan erat. Alif hanya tersenyum kemudian balas memeluk ibunya sama eratnya. Dadanya ditekan oleh bulatan yang membusung indah di dada umminya itu, bulatan yang selalu dia rindukan dan jadi bahan khayalannya tiap dia mengocok kontol.

“Ahh, Alif kan pengen bikin kejutan buat umi,” begitu jawabnya. “Abi ke mana, mi?”

“Abi masih keluar, sedang ngurus paspor, sayang,” Alif menengarai perubahan raut wajah uminya saat menyebutkan sang abi. Dia sebenarnya tahu apa masalahnya, akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan juga pura-pura tidak melihatnya.

“Kamar Alif sudah jadi, Umi?” Tanya Alif sambil kembali mengangkat kopernya.

“Sudah, sayang, ayo, masuk lewat sini saja,” Ustazah Aminah mendahului anaknya berjalan ke arah pintu sambung, melintasi kamarnya. Alif berjalan sambil mengedarkan pandanganannya ke sekitar kamar ibunya itu, merekam semua yang mungkin bisa dia masukkan ke dalam rencananya selanjutnya.

Kamar Alif sangat sederhana. Di sana hanya ada ranjang, lemari baju, meja dengan bufetnya, dan satu rak buku. Sangat mirip dekorasi kamar kos biasa. Bedanya adalah ukurannya yang memang lumayan luas. “Nanti perabotan lainnya bisa ditambah sesuai kebutuhan, sayang,” Demikian Ustazah Aminah menambahkan.

“Segini juga sudah cukup kok umi,” jawab Alif membesarkan hati ibunya.

“Yaudah Alif istirahat dulu ya sama beres-beres, umi di kamar sebelah.” Setelah mencium kening sang anak, Ustazah Aminah kemudian berlalu. Alif menatap kepergian ibunya itu dengan mata lekat menatap pantatnya yang bergeol menggairahkan. Untuk sesaat dia sibuk menebak-nebak uminya itu memakai dalaman atau tidak. Pelan dia menggosok penisnya yang mendadak tegang.

Ustazah Aminah kembali duduk di kursinya. Tangannya meraih buku “ukhti-ukhti jilboob” yang tadi sedang dia baca. Lalu dia melanjutkan membaca, sampai ke bab “berpakaian tapi telanjang”. Satu halaman setelah bab tersebut dan dia menyerah, pikirannya dipenuhi banyak masalah dan tanpa sadar dia langsung melamun.

Dia kemarin memanggil Ustazah Raudah dan bertanya tanpa niatan menghakimi tentang peristiwa malamnya dengan Ustaz Karim di kantor asrama. Ustazah Raudah langsung menangis sampai Ustazah Aminah harus menambahkan bahwa dirinya tidak mau menyalahkan Ustazah Raudah, melainkan hanya ingin mengetahui kebenarannya. Lalu dengan suara terputus-putus Ustazah Raudah menceritakan kronologinya.

Ustazah Raudah mengatakan bahwa dia ada urusan mendesak di kantor malam itu. Saat dia datang, dia melihat Ustaz Karim sedang merokok. Kemudian Ustaz Karim menawarkan membantunya, dan dia ternyata malah memaksanya melakukan hubungan seks. Ustazah Raudah sambil bercucuran air mata meminta maaf juga kepada Ustazah Aminah.

Ustazah Aminah menepuk-nepuk bahunya menenangkan. Dia kemudian mengakhiri obrolan dengan mengatakan bahwa kalau ada apa-apa maka cerita saja pada dirinya biar dia pun bisa membantu. Ustazah Aminah juga meyakinkannya bahwa hal tersebut tak akan pernah terulang. Pada dasarnya memang ustazah aminah pun berpendapat seperti itu, karena dia tetap yakin bahwa ustaz karim bisa khilaf seperti kemarin itu semata karena dirinya tidak mau melayani sang suami itu. Sedikit banyak dia tetap merasa bersalah.

Kini yang membuat Ustazah Aminah merasa bingung, apa yang selanjutnya harus dia lakukan? Dirinya bisa saja mengajak ngobrol sang suami, akan tetapi dia kuatir nanti sang suami bukannya sadar melainkan malah menyalahkan dirinya yang menolak melayani. Padahal kewajiban istri kan harus melayani ketika sang suami sedang bergairah. Selain itu, saat ini bukan saat yang tepat juga sebenarnya sebab sang suami sedang sibuk juga banyak urusan mengurus keberangkatannya.
Sementara itu, dirinya juga bisa mendiamkan kejadian itu, berharap ustaz karim tidak melakukan hal yang sama lagi. Ustazah Aminah percaya malam itu kejadian tersebut semata disebabkan oleh ustaz karim mata gelap. Artinya, kejadian itu semata bukan kesengajaan...

“Hayo umi, katanya membaca kok malah melamun?” Ustazah Aminah tersentak mendengar suara sapaan Alif, Alif memeluknya dari belakang kursi, tangannya melingkar di leher sang umi sementara wajahnya nyelonong ke depan ikut mengintip buku yang sedang ia pegang. Kedua pipi mereka bergesekan, terasa halus pipi anaknya itu.

“Huss sayang ini, ngagetin saja.” Ustazah Aminah tersenyum, satu tangannya bergerak ke belakang, menyentuh dan mengusap-usap belakang kepala Alif. Dalam posisi demikian, mau tak mau posisi dadanya menjadi terangkat membuat gunung di dadanya itu semakin membusung menggairahkan.

Alif merasakan penisnya menegang melihat pemandangan itu. Posisinya yang tepat di atas uminya membuat dirinya bisa mengintip bulatan indah itu dengan hanya menundukkan kepalanya sedikit saja. Memang saat itu ustazah aminah memakai kerudung lebar sepinggang, akan tetapi karena sedang ada di dalam kamar, posisi kerudung itu pun tidak sepenuhnya mantap. Hanya dengan sedikit menggeser tangannya seolah tidak sengaja, Alif bisa menarik kerudung itu sedikit ke samping sehingga membuat celah terbuka di atas gamisnya.

Dari atas melalui celah itu, Alif bisa melihat kulit dada ibunya samar, nampak kencang, dan dari sentuhannya di bahu sang umi dia pun tahu bahwa uminya itu tidak memakai beha. Betapa gregetannya dia ingin menyentuh dada yang tak terpengaruh usia itu. Bahkan di usianya 45 tahun, ustazah aminah di matanya nampak sebagai wanita matang usia 30 tahunan, wanita yang sudah sangat berpengalaman di ranjang dan karenanya sangat menggairahkan.

“Ngelamunin apa sih umi? Alif ya?” Alif melanjutkan sambil mengusap-usap kepala uminya itu.
Cerbung Dewasa Ngintip Umi Mandi
(Cerbung Dewasa Ngintip Umi Mandi)
“Hihi, anak umi tahu saja, iya, sayang,” jawab Ustazah Aminah. Dirinya merasa bahagia sebab percakapan dengan anak kesayangannya seperti inilah yang sangat dia rindukan selama ini. Kerinduan itu mendorongnya menolehkan wajah dan mencium pipi Alif, cuppp, cupppp,

Bisa dibayangkan betapa bergairahnya Alif saat itu. Kalau saja dia tidak bisa menahan diri maka sudah dilumatnya habis bibir uminya yang terasa lembab menggoda di pipinya. Tapi dia melihat sikon dan hanya balas tersenyum sambil balas mencium pipi uminya.

Saat itu Ustaz Karim mengetuk pintu, mengucapkan salam, kemudian masuk.

“Abi,” Alif langsung bangkit menghampiri dan menyalami ayahnya.

“Eh, Alif sudah datang? Cepat sekali? Kok gak kabar-kabar ke umi sama abi.” Ustaz Karim tersenyum sambil menatap ke Ustazah Aminah yang juga memaksakan tersenyum.

“Iya tu bi, katanya pengen bikin kejutan dia,” Ustazah Aminah bangkit mengambilkan tas yang dibawa oleh Ustaz kArim. “Gimana Abi, sukses?” Alif sementara itu hanya berdiri.

“Sukses mi, sudah selesai kok.”

“Jadi abi beneran nih mau pergi jadi utusan partai ke luar negeri itu?”

“Iya, Lif, lumayan juga di bidang ilmu pengetahuan, Abi ngisi ceramah dan ngajar satu semester, sisanya kan abi bisa membantu lobi-lobi sokongan dana buat partai. Yah, siapa tahu pulang dari sana abi dipercayai jadi pimpinan pusat nanti,” Ustaz Karim tersenyum.

“Enam bulan,” Alif membatin dalam hatinya. Waktu yang lumayan lama untuk melaksanakan semua rencananya. Tapi di luar, raut wajahnya menampakkan kesedihan. “Baiklah, abi tenang saja, selama abi pergi, Alif akan jaga umi, bi,”

Ustazah Aminah menatapnya penuh kasih sayang. Sementara Ustaz Karim menjawab dengan raut wajah nampak lega, “tentu saja, abi percaya Alif, dan karena itu pula Alif pindah ke sini kan? Sudah beres-beres kamar?”

Ustaz Karim langsung menuju ke kamar anaknya akan melihat-lihat. “Sudah, bi,” jawab Alif sambil mengikuti sang ayah. Ustazah Aminah juga bangkit dan mengikuti. Kemudian ketiganya mengobrol di kamar Alif sambil merencanakan apa-apa saja yang bisa ditambahkan untuk membuat kamar itu makin nyaman ditempati.

*

Sore hari, Ustazah Aminah bangun tidur dengan tubuh lumayan penat. Ustaz karim masih tidur di sampingnya. Mungkin dia kecapekan, begitu pikir ustazah aminah. Tadi sang suami lebih dahulu tidur daripada dirinya tapi kini dirinya bangun lebih dulu pula. Duduk di pembaringan, dia kemudian melihat segelas teh yang diberi tutup di meja. Dia tersenyum. Seingat dia dirinya tidak membuat teh sebelum tidur.

“Pasti Alif,” begitu bisiknya. Kemudian dia meminumnya separuh.

Lalu dia turun dari pembaringan, dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Tak ada suara dari kamar Alif, dia kira sang anak pun kelelahan dan tidur. Dicobanya membuka pintu penghubung ke sana, dikunci.

“Yah, kadangkala seseorang memang membutuhkan privasi,” begitu batinnya sambil tersenyum. Kemudian dia meraih handuk di kapstok dan mencopot gamisnya. Karena merasa tidak ada seorang pun di sana selain ustaz karim, dia merasa bebas seenaknya mencopot baju kemudian melilitkan handuk di tubuhnya. Setelah itu dia membuka lemarinya dan mengambil satu gamis warna cream, kerudung hitam dengan motif bunga-bunga putih, satu beha hitam berenda, dan satu celana dalam hitam, juga dengan hiasan renda-renda di tepinya.

Ustazah Aminah memang punya kebiasaan meletakkan pakaian yang akan dia pakai di kursi setiap sebelum mandi. Dengan begitu, dirinya tak perlu susah-susah lagi mencari-cari baju nanti. Bisa langsung memakainya. Setelahnya, dia langsung masuk ke kamar mandi.

Ustazah Aminah tidak tahu bahwa Alif sebenarnya tidak tidur. Sejak sekitar setengah jam sebelum ustazah aminah bangun, dia sudah ada di plafon. Sederhana masalahnya, dia memang sudah diberitahu ustazah raudah tentang lubang di atas kamar ustazah aminah, akan tetapi dia juga diberitahu bahwa tak ada lubang di atas plafon kamar mandi ustazah aminah, padahal dia membutuhkannya. Dengan memperkirakan waktu mandi sore sang ibu, maka dia pun memulai perencanaan membuat lubang di sana.

Sudah dia periksa memang tak ada lubang tak sengaja di sana, maka dia harus membuatnya sendiri. Sedikit sukar melubangi internit tanpa membuat suara, maka dia harus melakukannya pelan-pelan. Tak heran pas ketika ustazah aminah bangun, lubang itu baru saja jadi. Lubang kecil yang tak nampak dari bawah akan tetapi cukup untuk melihat apapun dari atas sana.

Selesai bekerja itu, Alif menyulut sebatang rokoknya, beristirahat sambil duduk bersandar pada palang yang ada di sana. Walau bagaimanapun dia butuh istirahat sambil menunggu kemungkinan ibunya mandi. Dia sudah hafal jadwal kegiatan ibunya perharinya.

Tebakannya tidak salah. Dari bawah terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, kemudian ditutup.
Dengan segera dia mematikan rokoknya, kemudian memasang matanya di lubang yang tadi dia buat. Nampak ibunya di bawah, menutup pintu, kemudian menguncinya. Diam-diam Alif mengagumi hasil pekerjaannya yang sangat pas itu. Setelah itu, ustazah aminah menghidupkan keran bak mandi. Baru setelah itu dia menghadap kapstok dan melepas handuknya, mencantelkannya ke kapstok di sana.

Alif menahan nafas melihat tubuh ibunya terdedah dengan sempurna. Buah dadanya nampak bulat membusung di dadanya. Bahkan dalam posisi berdiri, buah dada itu tidak kelihatan kendor. Membusung indah ke depan, menantang tangan siapapun untuk meremasnya. Satu kali siraman, kemudian puting susu itu nampak mencuat terkena hawa dingin, membuat alif tak tahan ingin menghisap-hisapnya seperti saat dia kecil dulu.

Rambut ustazah aminah lumayan panjang, sebagian terurai menutupi bagian depan tubuhnya, sebagian ke bagian belakang. Kemudian ibunya duduk jongkok dan terdengarlah suara khas seorang perempuan yang sedang kencing. sambil mengusap-usap penisnya yang sudah memberontak keluar dari sarangnya, alif membayangkan dirinya membuka mulut di bawah, menerima kucuran air kencing sang ibu sambil menatap buah dada itu....

Penis Alif sudah menegang total, kocokannya juga semakin liar. Terlihat kepala penisnya mengembang seperti jamur, urat-uratnya bertonjolan. Untuk sesaat matanya merem membayangkan andai dirinya ada di bawah, di kamar mandi itu, memeluk umminya yang telanjang itu dari belakang, mengusapkan sabun di dadanya yang menonjol membulat menantang...

Kemudian matanya kembali membuka. Dia punya ide baru. Sepintas dia intip kembali ibunya. Nampak ibunya sedang membasahi rambutnya, nampaknya ibunya hendak keramas. Secepat kilat Alif turun dari loteng. Dengan mengendap-endap, dia masuk ke kamar ibunya. Sang abi nampak masih tertidur pulas, terdengar suara ngoroknya perlahan, teratur. Tubuhnya memunggungi pintu.
Alif kemudian menggapai celana dalam yang diletakkan uminya di kursi. Dia tahu uminya punya kebiasaan mandi dengan santai, lama, makanya dia berani menjalankan ide yang mendadak muncul ini. Sejenak dia sempat bimbang juga antara mengambil beha atau celana dalam, tapi kemudian karena pertimbangan keamanan, dia memutuskan mengambil celana dalam saja. Setelah dia segera keluar dan akan kembali ke plafon. Saat hendak keluar dia masih sempat menoleh ke gelas teh yang tinggal separuh. Dia tersenyum. Tadi dia memang membuatkan teh itu untuk sang umi, dengan sedikit campuran obat perangsang yang cukup membuat wanita yang meminumnya minta dipuaskan.
Di plafon alif menemukan paku tertancap pada palang. Dengan sigap dia membuka celananya. Untung dia punya kebiasaan tidak memakai celana dalam. Setelah itu dia langsung kembali ke atas kamar mandi uminya dan menempelkan matanya kembali di lubang. Tangannya menggenggam celana dalam uminya erat sementara penisnya saat itu sudah menegang mengangguk-angguk minta dipuaskan.

Di kamar mandi, ustazah aminah merasakan sensasi yang berbeda saat kulitnya tersentuh air. Dia menggelinjang, tampaknya obat perangsang yang dicampurkan Alif sudah mulai bereaksi. Dia kembali mengguyur kepalanya dengan air, dan untuk kesekian kalinya dia kembali menggelinjang. Nafsu birahinya mendadak bangkit.

Dia kemudian berhenti mengguyur tubuhnya. Diamatinya puting susunya yang mencuat. Sebentar dia raba payudaranya, “ahhh,” tanpa sadar dia mendesah. Payudaranya mengeras seperti saat benda bulat membusung itu diremas-remas oleh ustaz karim saat bercinta. Merasa nikmat, dia meremas-remas payudaranya sendiri, pertama-tama perlahan, akan tetapi makin lama makin gencar seiring kenikmatan yang semakin meningkat.

Di atas plafon Alif merasakan nafasnya semakin memburu. Dia cium-cium celana dalam ibunya, wangi, dia bayangkan sewangi itu pulalah memek ustazah aminah, betapa menggairahkannya. Kemudian dengan tubuh dalam posisi menungging berlutut dan mata tertancap di lubang mengintip ke bawah, dia menggosok-gosok penisnya dengan tangan yang dilapisi celana dalam itu. “Ahhhh,” dia mendesah pelan. Betapa nikmatnya.

Mata Alif hampir terbelalak melihat adegan di dalam kamar mandi semakin panas. Dilihatnya ibunya terduduk berselonjor, kepalanya mendongak ke atas, menahan kenikmatan. Nampaknya kakinya tak kuat menyangga kenikmatan yang menderanya. Tangannya yang satu meremas-remas buah dadanya bergantian, sementara tangannya yang satu lagi menggerayangi sekujur tubuhnya dengan liar.

Dari posisinya, Alif bisa melihat dengan jelas tubuh bugil ibu kandungnya yang telah melahirkannya itu. Posisinya benar-benar menggoda. Penisnya dikocok semakin keras seiring bayangan dirinya ada di bawah sana, menjilati memek ibunya sambil tangannya menggentel-gentel puting susu yang nampak mencuat merangsang birahi mudanya.

Bak kamar mandi sudah penuh, airnya luber, keran masih menyala mengucurkan air dengan deras. Akan tetapi Ustazah Aminah yang sibuk dimabuk syahwat sama sekali tidak mempedulikannya. Satu tangannya yang tadi menggerayangi tubuhnya kini sudah menemuka posisi yang pas, dengan lembut dia mengusap-usap area sekitar memeknya yang bersih tanpa bulu. Alif bisa melihat dengan jelas sesekali sentuhan tangan sang ibu itu membuat belahan vaginanya membuka dan menutup, seirama dengan pahanya yang bergerak-gerak gelisah membuka dan menutup.

“Ahhh, auhhh, aaaahh ahh,” Desahan penuh birahi terdengar makin menggelora keluar dari mulut ustazah aminah yang membuka. Kepalanya mendongak ke atas, matanya terpejam. Alif langsung membayangkan mulut itu mengulum penisnya, ahh, betapa hangatnya mulut itu, betapa indahnya jika dia bisa memancutkan air maninya ke wajah keibuan ummahat berusia 45 tahunan yang sedang mendongak itu.

Penis Alif makin menegang. Tangannya dengan konstan mengocoknya, sentuhan kain celana dalam berenda milik sang ummi memberikan rasa nikmat tersendiri baginya. Saat di rumah dulu, Alif memang sering mengambil pakaian-pakaian sang ibu dan dalamannya hanya untuk dia jadikan wadah air maninya. Dia tak pernah mencucinya. Dia sering membayangkan bagaimana air maninya itu membasahi kulit halus ibunya.

Di kamar mandi, Ustazah Aminah semakin menggila. Jemarinya menggentel-gentel itilnya yang mencuat, tubuhnya sudah tak bisa tenang, menggeliat-geliat ke sana ke mari. Desahan tak henti keluar dari mulutnya, Alif menikmati semua adegan live itu dengan birahi menggejolak. Penisnya terasa semakin mengembang siap memuntahkan cairan nikmat.

Saat itulah Ustazah Aminah mendadak berhenti. Dengan nafas masih memburu, dia kemudian membuka pintu kamar mandi perlahan, mengintip melihat kondisi suaminya. Alif saat itu langsung deg-degan kuatir jangan-jangan uminya nanti tahu celana dalamnya dia bawa. Gerakan tangannya berhenti.

Setelah yakin bahwa suaminya masih tertidur pulas, dengan mengendap-endap ustazah aminah menghampiri lacinya. Sambil tersenyum dia mengambil dildo dari sana dan kembali ke kamar mandi terburu-buru. Alif menarik nafas lega. Uminya ternyata tak sempat memeriksa keberadaan celana dalamnya. Toh mandinya memang belum selesai.

Ustazah Aminah menutup dan mengunci kamar mandinya lagi. Air keran dia putar sedikit supaya tidak terlalu deras mengucur. Dia pandang dildo itu dengan seksama, sisa birahinya membuat imajinasinya kembali meningkat. Maka dia kembali mengambil posisi duduk selonjor bersandar di dinding kamar mandi. Dengan mata dipejamkan, tangannya yang satu memasukkan dildo itu ke dalam lubang memeknya...

“Ahhhhhhhhh,” tubuhnya menggeliat merasakan dildo seukuran penis ustaz karim itu menelusup menyentuh dinding-dinding vaginanya yang sudah sangat sensitif. Dengan gerakan konstan dia memasukkan dan mengeluarkan dildo itu di sana, slupp sluppp, bunyinya terdengar di sela desahannya yang kian menggila.

Sambil memejamkan matanya, ustazah aminah membayangkan ustaz karimlah yang saat itu sedang mengobok-obok memeknya. Tapi sedikit rasa jijiknya karena ustaz karim sudah mengkhianati dirinya dengan memperkosa ustazah raudah membuat imajinasi itu malah mengurangi kenikmatannya. Otaknya berputar cepat sebelum kemudian dia menemukan imajinasi lain yang lebih pas.

Dia membayangkan dirinya sedang dirangsang dengan hebat oleh Jupri dan Deni. Dia membayangkan tangannya yang sekarang sedang meremas-remas dadanya adalah tangan Jupri yang memeluknya dari belakang. Sementara dildo yang sedang menusuk-nusuk memeknya dia bayangkan sebagai penis Deni yang meski tidak besar tapi lebih panjang daripada punya ustaz karim.

“Ouhhhh, ahhh,” dia kembali mendesah-desah merasakan nafsu syahwatnya memuncak seiring imajinasi liar itu. Sungguh dia sendiri tak mengerti kenapa dirinya bisa sebinal itu, akan tetapi dia tak perduli. Toh Cuma imajinasi, begitu pikirnya. Yang penting sekarang gairahnya harus dipuaskan terlebih dahulu.

Merasa tak puas dengan posisi seperti itu, ustazah aminah kemudian duduk menungging. Tangannya masih menekan dildo itu di memeknya. Setelah posisinya pas, dia kemudian kembali memaju mundurkan dildo itu. “Aaaahhhhh, aghhh, agghhh auhhhh,” Tubuhnya terasa menggeletar serasa ujung setiap syarafnya berpacu memberi kenikmatan. Tak tahan, kepalanya bergoyang-goyang sesekali hampir berlutut mencium lantai kamar mandi. Matanya tak pernah membuka, terus merem merasakan kenikmatan yang terus bergerak makin ke puncak. Dari mulutnya yang membuka, air liur meleleh jatuh ke lantai kamar mandi bergabung dengan luapan air dari bak.

Alif sebenarnya ingin melihat umminya orgasme. Tapi dia juga memiliki pikiran lain. Semakin ibunya dirangsang dan diganggu saat hampir sampai ke puncak, akan semakin mudah baginya meneruskan rencananya menggagahi sang ibu suatu saat nanti. Maka saat ibunya menggelepar-gelepar penuh kenikmatan dengan tubuh menungging dan tangan penuh semangat memasukkkan dan mengeluarkan dildo itu di memeknya, dia memutuskan untuk sampai ke puncak lebih dulu.

Alif mengatupkan mulutnya supaya tak keluar geramannya saat dia rasakan air maninya mengumpul mendesak ke kepala penisnya. Kemudian dengan satu kali sentakan tangan, dia pun sampai ke puncak kenikmatannya, penisnya mengangguk-angguk di balik genggaman tangannya yang terlindungi oleh celana dalam sang ibu. Beberapa saat kemudian, penis itu pun diam meski tetap tegang. Alif kemudian merentangkan celana dalam itu, melihat betapa banyaknya air maninya tumpah ditampung oleh celana dalam berenda milik sang umahat berusia 45 tahunan yang dulu telah melahirkannya itu. Bagian yang basah tepat di bagian yang menutupi vagina tembus sampai ke belakang menutupi bagian pantat. Karena warnanya hitam, maka jika dilihat sekilas celana dalam itu tidak nampak basah. Hanya saat alif menciumnya, tercium bau khas air mani di sana.

Dia tersenyum. Kemudian memakai kembali celananya dan bergegas turun ke bawah setelah memantapkan pula posisi penisnya di dalam celana yang tak mau juga turun. Dengan memejamkan matanya kemudian menghirup nafas dalam-dalam, penisnya akhirnya mau juga sedikit tenang di dalam sangkarnya meski tetap saja tidak sepenuhnya tenang.

Kemudian dengan tenang dia masuk ke kamar ibunya dan meletakkan celana dalam itu di tempatnya semula. Setelah itu, dia membuka pintu kamarnya, kemudian menempelkan telinganya di pintu kamar mandi. Di dalam ibunya masih terdengar mendesah. Dia tersenyum. Sekilas dia melihat ayahnya yang masih tertidur pulas. Kemudian tangannya mengetuk pintu kamar mandi dan dia memanggil, “Umi? Umi masih lama?”

Di dalam kamar mandi, Ustazah Aminah sedang asyik memacu birahinya dengan menungging dan mengocok-kocok memeknya dengan dildo. Rambutnya sudah tergerai tak karuan, dadanya memerah karena remasan tangannya yang sudah tak terkendali tadi. Puting susunya mencuat menantang, air liurnya meleleh sampai ke dagu dan leher. Birahinya sudah hampir sampai ke puncak ketika terdengar ketuka di pintu kamar mandi dan suara anaknya memanggil.

Srrrrttt, dia langsung terduduk bersimpuh. Tergesa dia copot dildo itu dari memeknya, nampak basah berlumur cairan kewanitaannya. Dia sebenarnya merasa sayang menghentikannya, nafsunya masih meronta-ronta meminta dipuaskan. Akan tetapi dia merasa kuatir dan merasa bersalah juga kalau sampai anaknya tahu ataupun curiga.

Setelah sedikit menenangkan nafasnya yang tersengal, dia menjawab, “Alif? Sebentar lagi sayang.” Kemudian dia mencuci dildo itu dan memasukkannya ke dalam gamis yang tergantung di kapstok kamar mandi. Perlahan dia dengar suara langkah kaki anaknya menjauh.

Menghela nafas lega, cepat-cepat dia membersihkan tubuhnya. Tak sampai sepuluh menit, dia kemudian keluar dengan hanya mengenakan handuk dari kamar mandi. Ustazah Aminah sedikit kaget melihat Alif sedang duduk di ranjang, di pinggir suaminya yang masih tergolek pulas dengan hanya mengenakan handuk sebatas betis. Sedikit tergetar perasaannya melihat tubuh kekar anaknya yang sangat kontras dengan tubuh ustaz karim yang sudah dipenuhi lemak di sana-sini. Anaknya itu nampak asyik membaca majalah Ummi.

Alif kemudian menoleh melihat umminya. Bahkan meski tadi dia sudah melihat uminya itu saat telanjang, dia masih juga terpana melihat tubuh montok dan matang itu hanya mengenakan handuk. Handuk yang besar itu masih tak muat menutupi seluruh tubuhnya. Di bagian dada nampak membulat sementara ke bagian bawah hanya menutupi sampai ke atas lutut. Sempat terbayang oleh Alif untuk menarik handuk itu...

Tapi dia akhirnya hanya tersenyum sambil menahan diri sebisanya supaya penisnya tidak kelihatan mengacung. Ustazah Aminah sebenarnya sedikit malu juga karena dia sadar sebagian tubuh telanjangnya terlihat. Tapi menganggap bahwa Alif adalah anaknya yang tak mungkin punya perasaan apapun padanya selain seorang anak pada ibunya, maka dia mencoba bersikap wajar.

“Alif mau mandi?”

“Iya, umi, tapi ini nanggung nih mau nyelesain majalah Umi dulu, menarik.”

Sejenak Ustazah Aminah bingung. Bagaimana dia bisa berpakaian kalau alif masih di sana? Mana tubuhnya belum sepenuhnya dia keringkan juga. Dia tidak sadar bahwa dirinya sudah sepenuhnya masuk ke dalam rencana Alif. Pada akhirnya dia berkata.

“Alif berpaling dulu sana bacanya, umi mau pakai gamis dulu.”

“Alahh ummi, Alif mau lihatt,” Alif menampakkan cengiran nakal.

“Hussss, gak boleh gitu, saru.” Tangannya kemudan menyentuh bahu Alif dan mencoba memalingkannya ke arah berlawanan. Srrrr, Ustazah Aminah yang masih dikuasai obat perangsang dan nafsunya belum sepenuhnya terlampiaskan merasa birahinya kembali naik saat kulitnya bersentuhan dengan sang anak. Dia mencoba mengusir perasaan itu.

“Iya deh umi,” Kata Alif. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah jendela sambil membawa majalah ummi. Saat berdiri itulah seolah tidak sengaja Alif menyenggolkan bahunya ke bagian pangkal lengan ustazah aminah yang tak tertutupi handuk. Ustazah Aminah semakin blingsatan dan tak karuan. Sepintas dia juga melihat ada tonjolan di balik handuk yang menutupi selangkangan Alif...

Tapi dia tak berpikir lama. Bergegas dia kemudian meraih celana dalamnya dan langsung memakainya. Memang ada sedikit rasa aneh merasakan kenapa celana dalam itu terasa basah saat sudah menempel menutupi area kewanitaannya. Akan tetapi dia berpikir ringkas bahwa itu mungkin karena tadi dia belum sepenuhnya mengeringkan daerah sana. Setelah itu, karena terburu-buru juga, dia tak sempat mengeceknya dan langsung memakai beha, gamis,dan kerudungnya.

“Hayo sana mandi sayang,” kata Ustazah Aminah setelah dirinya selesai berpakaian. Dia kemudian meraih gelas teh dan meneguknya sampai habis.

Alif membalikkan tubuhnya. Ahh, tonjolan itu, betapa menggoda. Pikiran ustazah aminah yang kembali disuplai obat perangsang dari teh yang barusan dia teguk kembali liar. Dia membayangkan seberapa besar benda yang ada di dalam sana. Seingatnya ketika suaminya hanya mengenakan handuk saja pun tak pernah kelihatan semenonjol itu. Dia tak tahu bahwa penis sang anak sudah mulai menegang dari tadi.

Alif meletakkan majalah di meja. “Iya mi, Alif mandi dulu ya,” Kemudian dia melangkah menuju ke kamar mandi, meninggalkan ustazah aminah yang imajinasinya mulai berkeliaran ke mana-mana. Ustazah Aminah hanya duduk saja di pinggir ranjang. Sepintas dia melihat ustaz karim masih pulas tertidur. Aneh, kenapa dia kelihatan capek sekali, begitu pikir ustazah aminah. Tapi dia tak ambil pusing, mencoba memaklumi sang suami yang akhir-akhir ini memang sedang banyak urusan.

Terdengar suara anaknya menghidupkan keran, kemudian terdengar sang anak menyenandungkan lagu yang tak dia hafal. Didorong oleh imajinasinya akan tonjolan di selangkangan sang anak, dia melangkah perlahan menuju pintu kamar mandi. Birahinya sudah membuat naluri keibuannya pergi. Dia melihat-lihat pintu kamar mandi dengan seksama, berharap ada lubang yang bisa dia gunakan untuk melihat ke dalam.

Beruntung memang pintu kamar mandi itu terbuat dari gabungan papan. Pada salah satu sambungan yang tak terlalu halus, dia menemukan celah. Dia kemudian membungkukkan tubuhnya, mengepaskan matanya pada celah itu, memuaskan kepenasarannya. Di belakangnya masih terdengar suara dengkur sang suami yang tertidur pulas.

Mata ustazah aminah membelalak ketika pandangannya sudah bisa beradaptasi dengan pemandangan di dalam kamar mandi. Entah sengaja atau tidak akan tetapi posisi Alif pas sekali kelihatan lewat lubang itu. Dia sedang berdiri menyabuni penisnya. Busa-busa sabun menutupi kontol yang menegang panjang dan besar itu.

Ustazah AMinah menghela nafas. Bahkan meski penis sang anak tak bisa dilihatnya dengan jelas karena tertutupi buih sabun, dia tahu benar bahwa penis itu jauh lebih besar dan panjang daripada milik suaminya. Tanpa sadar tangannya menyelinap ke balik celana dalam, ketika itu…

Tok tok tok, terdengar ketukan di pintu kamarnya seiring ucapan salam.

Ustazah Aminah terperanjat dan mengurungkan tangannya yang tadi hendak mengusap-usap memeknya. Ustaz karim tampak berpindah posisi tidurnya, tapi dia tak terbangun. Ustazah Aminah langsung menghampiri pintu kamar dan membukanya.

“Ukhti Lia, ada apa ukhti?” Ustazah Aminah mengedarkan pandangannya menatap ustazah lia yang saat itu berdiri di depan pintu bersama seorang bercadar dan bergamis warna cokelat di belakangnya.

“Ini, umi, mau meminta izin, saudara jauh ana, ukhti solihah, sedang berkunjung ke sini, karena kuatir kemalaman, mau menginap semalam di asrama.”

“Oh, boleh, boleh,” Ustazah Aminah mengangguk sambil tersenyum ke arah sosok bercadar itu yang balas mengangguk.

Kemudian selama beberapa saat terjadi perbincangan basa-basi di antara ustazah lia dan ustazah aminah. Sementara itu sosok bercadar itu hanya menunduk saja mendengarkan. Kemudian ustazah Lia pamit hendak kembali ke kamarnya. Ustazah Aminah mengiyakan.

“Oya, ukhti,” saat ustazah Lia sudah melangkah beberapa langkah, terdengar kembaii suara ustazah Aminah memanggilnya.

Ustazah Lia membalikkan tubuhnya, “Iya, umi?”

“Tadi umi ditelpon umi Latifah, katanya dia membutuhkan bantuan ustazah untuk membantunya memberi kajian pada ibu-ibu kampung. Sepertinya dia kewalahan sendirian, ukhti siap?”

“Kapan, umi?”

“Masih lama kok, kira-kira 4 atau 5 bulanan lagi, ini tadi baru ngobrol-ngobrol saja kok.”

Ustazah Lia mengangguk. “Siap, umi.” Kemudian karena tidak ada lagi yang diobrolkan, dia melangkah pergi mengikuti saudaranya yang bercadar. Umi Latifah adalah adiknya Ustaz Karim, Sama seperti Ustazah Aminah dia juga bergabung di partai yang sama. Kini dia tinggal di sebuah desa di Jawa Tengah. Usianya sekitar 38 tahunan. Memang jeda usianya dengan Ustaz Karim sedikit jauh karena ustaz Karim anak sulung sementara Umi Latifah adalah anak bungsu.

Sampai di kamarnya, Ustazah Lia langsung menutup pintu dan menguncinya. Saudara jauhnya yang tadi dia panggil ukhti solihah duduk di ranjang. Terdengar dia tertawa perlahan. Ustazah Lia balas tersenyum sambil berkata dengan nada lucu, “ukhti solihah, yang sopan ya.”

BERSAMBUNG

Untuk membaca lanjutannya, silahkan lihat daftar lengkap cerita "Dibalik Kerudungnya Yang Lebar" disini:

Dibalik Kerudungnya Yang Lebar The Series <-- klik untuk melihat.

Cerbung Dewasa Terbaru diatas merupakan hasil karya dari pecinta umahat selaku pengarang aslinya. Foto yang digunakan di dalam cerita ini hanyalah ilustrasi belaka untuk mempermudah pembaca dalam meresapi jalan cerita yang ada.
loading...

Klik tuk Kirim Pesan